Menarik mencermati fakta bengkel motor di pinggir jalan, terutama di perkampungan. Dia mengedepankan persaudaraan, ketimbang bisnis.
Dan demikian itu hampir semua bengkel servis motor di kampung yang menerapkan. Itu artinya, rasa gotong royong dan semangat sosial kemasyarakatan cukup kuat di tengah masyarakat tersebut.
Dan saya lihat, kondisi itu bagaikan hukum alam. Lingkungan kampung yang membuat pemilik dan pekerja bengkel seperti demikian.
Apalagi, di Padang Pariaman ada istilah "badoncek". Dalam kegiatan alek baik dan buruk, ada tradisi berdamtam. Yang ngasih sumbangan disebutkan nama dan jumlah sumbangannya.
Nah, rasa sosial inilah yang membuat bengkel pinggir jalan di perkampungan, lebih mengemukakan nilai kebersamaan.
Selagi masih bisa motor itu diperbaikinya, montirnya tak mau mengganti peralatan motor konsumennya dengan yang baru. Tetap diperbaikinya sesuai skill si montir tersebut.
Keahlian montir soal motor itu berlangsung secara alami. Hanya sekali belajar dulunya di BLK misalnya, lalu langsung berkembang dengan sangat melesat jauh, lebih jauh dari ilmu keterampilan yang dia pelajari sebelum buka bengkel.
Labai Amat, pemilik bengkel motor di Sungai Laban menceritakan kalau dia tak pernah belajar memperbaiki motor injeksi.
Banyak motor injeksi yang diperbaikinya, itu hasil otodidak, dan hasilnya cukup dirasakan pelanggan, yang motornya injeksi.
Dia sudah lama buka bengkel. Sebelum motor injeksi keluar, dia sudah terkenal dengan bengkelnya.