Shalat Idul Adha tahun ini berlangsung tiga di Padang Pariaman. Pertama, Sabtu. Keputusan Muhammadiyah yang menetapkan hari itu Idul Adha tahun ini.
Kedua, Ahad. Ini keputusan pemerintah lewat Kementerian Agama yang menetapkan pelaksanaan shalat tahunan itu jatuh pada Ahad.
Yang terakhir, Senin. Ini sebenarnya keputusan lama, yang ditetapkan di setiap kampung oleh ulama. Juga disebut yang Idul Adha Senin itu adalah Syattariyah.
Syattariyah boleh dibilang kelompok paling besar dan berpengaruh di Padang Pariaman. Bilangan bulan menurut hitungannya, berlaku sejak dulunya, dan tetap dengan komitmen tersebut.
Kalkulasinya, terlihat dalam pelaksanaan Idul Adha dan Idul Fitri, Syattariyah ini sudah berkurang. Dalam kajinya tetap, tetapi soal pelaksanaan shalat tahunan itu masyarakat berpacu lebih cepat.
Contoh, Masjid Rahmad Gantiang, Lubuk Alung. Masjidnya secara Syattariyah, tapi soal shalat hari raya, masjid ini lebih memilih pada hari ketetapan Muhammadiyah.
Menurut pengurusnya, kalau kita shalat hari raya terlambat, jemaah dipastikan lengang. Otomatis, uang masuk juga berkurang.
"Makanya, shalat Jum'at tetap seperti di kampung. Khutbah bahasa Arab, tapi mulai masuk puasa ikut dengan Muhammadiyah," katanya.
Begitu juga masjid kampung lainnya di Padang Pariaman, juga lebih memilih lebih awal pelaksanaan shalat tahunan, mengingat menggaet kemasukan uang buat masjid.
Di Masjid Rahmad khutbah hari raya itu sudah bahasa Indonesia, bahasa yang mengerti jemaah. Beda dengan Jumat, yang tetap dengan khutbah bahasa Arab.