Hiruk-pikuk kegaduhan politik tidak ada. Yang ada hanya komunikasi dan koordinasi yang mantap, melahirkan konsep besar yang akan dikembangkan lima tahun mendatang.
Peradaban dan kemandirian. Itu konsep besarnya, kalau kita persingkat tema muktamar ini. Peradaban Islam yang membawa rahmatan lilalamin. Anti terorisme dan radikalisme agama.
Islam, melalui penjabaran NU akan menggelinding ke belahan dunia, menyuarakan toleran, yang oleh NU dipopulerkan lewat konsep tasamuh.
Pesantren yang menurut sebagian kalangan adalah tempat bersarangnya terorisme, sekarang tidak ada lagi anggapan demikian.
Perjuangan NU, pesantren telah menjadi logomotif penegak dan penyangga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hanya saja, pluralisme dan liberalisme sedikit agak dipelihara dengan baik oleh NU. Liberalnya, kadang-kadang belum termakan oleh santri, sehingga salah tafsir dan akhirnya salah anggapan, ketika menyikapi apa yang dilakukan tokoh pengambil kebijakan dalam organisasi yang lahir pada 1926 ini.
Nah, tentu kajian demikian menjadi catatan tersendiri dalam ber-NU nantinya. Silakan toleran, tapi ada batas dan rambu-rambu yang mengikat, sehingga anak muda dan kaum santri milenial tak luar dalam berfikir dan berzig-zag.
Tentunya, peradaban dunia ini, setelah sukses dan tersosialisasinya kajian Islam Nusantara dengan penuh dinamika yang dicetuskan dalam muktamar NU sebelum ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H