Histeria massa Indonesia setelah berbulan-bulan lamanya, akhirnya berakhir juga. Apakah itu? Yupz, tak lain dan tak bukan adalah fenomena gadis mungil bersuara unik di ajang pencarian bakat X Factor Indonesia, Fatin Shidqia Lubis. Selain suara uniknya, fenomena Fatin yang lumayan membikin heboh Indonesia adalah penampilannya dengan kerudung sebagai ciri khas kemuslimahan dirinya. Banyak yang mengelu-elukan dan mendukung sebagai ikon muslimah modern; tampil di glamournya panggung musik tapi tetap menutup aurat.
Heboh makin terasa ketika dua besar diduduki oleh Fatin yang muslimah dan Novita Dewi yang non muslim. Banyak yang menganggap ini adalah selayaknya pertarungan ideologi, menang kalahnya satu keyakinan tertentu. Sehingga ketika akhirnya Fatin yang keluar sebagai juara 1 banyak yang lega karena menganggap bahwa Islam akhirnya bisa menang mengalahkan non muslim. Benarkah ini antara menang kalah muslim dan non muslim? Kira-kira adakah sudut pandang lain yang melatar-belakangi fenomena ini? Yuk kita bahas tuntas dalam edisi kali ini.
Di balik ajang cari bakat
Seorang muslim itu seyogyanya mampu berpikir kritis tentang segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Begitu juga dengan adanya banyak ajang pencarian bakat yang ujung-ujungnya berkutat dalam glamournya dunia selebritis. Dunia yang umumnya serba bebas dan tak lagi mengindahkan aturan agama. Sehingga munculnya sosok Fatin dengan kerudungnya menjadi sebuah euforia yang membuat publik Indonesia bahkan dunia terhenyak. Kok bisa?
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, dengar saja komentar Anggun yang mengabarkan bahwa ada wartawan Perancis yang heran bahwa dalam ajang sekelas X Factor ada peserta yang memakai kerudung tapi modis. Belum pernah seumur-umur di Barat ada muslimah berkerudung yang ‘nekat’ ikut ajang serupa. Secara umum, pernyataan ini membuat Fatin dan para pendukungnya melambung. Tuh kan, wartawan Perancis saja sampai memuji.
Eits, jangan senang dulu. Ingat sobat, kita harus kritis. Coba kita cermati bahwa tidak adanya muslimah berkerudung di ajang X Factor negara lain, bisa mempunyai beberapa kemungkinan. Pertama, bisa jadi tidak ada muslimah berkerudung yang bersuara bagus di sana. Kedua, ada yang bersuara bagus tapi mereka mempunyai pemahaman Islam yang lebih menyeluruh, insya Allah. Okay, kita bahas satu demi satu ya.
Kemungkinan pertama tentang tidak adanya muslimah berkerudung yang bersuara bagus di negara selain Indonesia. Saya ingat membaca buku Berjalan di Atas Cahaya karya Hanum Salsabila Rais (bukan promo). Di salah satu babnya dikisahkan oleh Hanum bahwa di salah satu kota kecil di Austria, ada seorang muslimah rapper yang suaranya unik dan bagus. Tampangnya nggak kalah dengan bintang film Barat yang suka malang-melintang di layar kaca. Bedanya, dia ini menutup aurat dengan manis dan lagu rap-nya berisi tentang ajakan kepada generasi muda untuk lebih mencintai Islam. Hmm…kira-kira Fatin ke depan, tema lagunya ada nggak ya ajakan untuk mencintai Islam dan memperjuangkannya?
Opsi kedua tentang adanya kemungkinan muslimah bersuara bagus tapi memunyai pemahaman Islam yang lebih menyeluruh. Ingat, muslim di negara Barat bukan mayoritas. Boro-boro mereka mau ikut kontes menyanyi, memperjuangkan haknya untuk berpakaian muslimah saja setengah mati. Kalo kamu rajin baca berita, muslimah di Barat sana mengalami banyak intimidasi hanya karena mereka ingin mempertahankan jati dirinya dengan berpakaian muslimah. Jadi, nggak kepikiran sama sekali untuk kontes-kontes yang intinya cuma ‘having fun’. Level mereka sudah pada hidup dan mati. Lebih jauh lagi, mereka sudah paham bahwa inti dari menjadi muslimah itu bukan untuk terlena pada gemerlap duniawi macam panggung X Factor, tapi lebih ke hati-hati membawa diri sebagai duta Islam itu sendiri.
Mereka ini sangat sadar bahwa dengan mengikuti X Factor atau ajang sejenis, itu artinya mereka akan terjun bebas ke dunia yang campur baur antara lak-laki dan perempuan nyaris tanpa batas. Berpelukan dan cipika-cipiki (cium pipi kanan-kiri) itu adalah hal biasa. Kalau tak percaya, coba amati apa yang dilakukan oleh Ahmad Dani atau peserta cowok lainnya terhadap Fatin. Sekuat tenaga Fatin berusaha menjaga jarak, tetap jarak itu terlalu sempit sehingga mau tak mau pola hidup yang seperti itu menjadi bagian diri.
Sobat gaulislam, inilah fakta di depan kita. Banyak orang menghujat dan menolak fakta bahwa ada konspirasi besar untuk menjauhkan generasi muda Islam dari pemahaman Islam itu sendiri. Baiklah, kita tidak memakai sudut pandang itu di sini. Tapi ingat, kekritisan dan beningnya nurani jangan sampai membutakan diri bahwa ada ‘something happened’ pada kontes-kontes sejenis. Kekaguman kita pada sosok Fatin yang imut, lugu, pemalu dan bersuara unik jangan sampai menumpulkan kepekaan bahwa sesungguhnya ini adalah awal dari ‘sesuatu’.
Awal dari berbondong-bondongnya muslimah berkerudung ikut kontes sejenis. Awal dari ajakan secara halus untuk terjun bebas pada dunia hedon (serba boleh) itu. Awal untuk mengalihkan fungsi busana muslimah sebagai jati diri dan bukti ketaatan pada Ilahi menjadi trend berbusana sesaat. Akan muncul jenis kerudung yang modelnya bahkan sangat jauh dari fungsi awal diturunkannya ayat tersebut (QS an-Nuur ayat 31). Tentang jilbab? Amat sangat jauh sekali (silakan baca QS al-Ahzab ayat 59).