Kata "limbah" sering terdengar pada hal-hal yang bernuansa industri ataupun pusat pelayanan kesehatan. Namun pernahkah kita melirik berbagai macam limbah yang terdapat di laboratorium pendidikan dan ancamannya bagi lingkungan dan kesehatan? Sayangnya tidak banyak perhatian kita khususnya pemerintah mengenai peraturan tentang penanganan limbah di laboratorium pendidikan. Dan terlebih lagi belum banyak penelitian yang mengangkat tentang manajemen penanganan limbah terutama limbah infeksius di labotaroum pendidikan. Padahal jika ditelusuri lebih mendalam dampak limbah laboratorium yang tidak di kelola dengan baik akan mengancam kesehatan masyarakat serta mencemari lingkungan.
Limbah laboratorium pendidikan biasanya merupakan hasil buangan sisa kegiatan praktikum yang dilakukan oleh para mahasiswa dari fakultas tertentu yang mewajibkan praktikum sebagai bagian dari mata kuliahnya. Akan tetapi tidak semua fakultas yang melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan dan kesehatan manusia.Â
Hanya beberapa fakultas tertentu yang menghasilkan limbah terutama limbah infeksius seperti fakultas sains atau ilmu kesehatan. Pengelolaan limbah yang tidak dilaksanakan secara saniter terutama limbah infeksius selain mengancam lingkungan juga menjadi ancaman bagi manusia, agen penyakit akibat paparan limbah terutama limbah infeksius dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa jalur diantaranya melalui tusukan, lecet, atau luka pada kulit.Â
Selain itu paparan limbah infeksius juga dapat masuk ke alam tubuh melalui jalur pernapasan dan melalui mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Tiong et al tahun 2011 tentang manajemen pengelolaan limbah medis pada klinik swasta di Taiping menyebutkan bahwa limbah infeksius berpotensi menularkan infeksi seperti virus Hepatitis B, virus Hepatitis C serta Human Immunodefeciency Virus (HIV) pada manusia.
Sumber daya manusia yang memahami permasalahan mengenai bagaimana pengelolaan lingkungan menjadi sangat penting untuk mencapai kinerja yang baik. Keberhasilan tindakan tenaga pengelola sangat dipengaruh oleh faktor pengetahuan tenaga kerja itu sendiri. Selain faktor pengetahuan dan tindakan tenaga kesehatan/laboratorium, keberhasilan pengelolaan limbah infeksius tidak lepas dari faktor sistem pembuangan limbah terutama limbah infeksius.Â
Namun pada kenyataannya, sebagian besar pengelolaan limbah infeksius masih di bawah standar lingkungan karena umumnya di  buang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau di buang ke sembarang tempat. Di sisi lain, belum adanya peraturan khusus terutama dari pemerintah yang mengatur tentang penanganan limbah terutama limbah infeksius di laboratorium pendidikan.
International Committee Of The Rede Cross pada tahun 2011 mengemukakan bahwa risiko kesehatan akibat limbah infeksius dibagi dalam lima kategori yakni risiko terjadinya trauma, risiko terjadinya infeksi, risiko zak kimia, risiko ledakan/terbakar, dan risiko radioaktif.Â
Selain rumah sakit, puskesmas dan industri, laboratorium pendidikan juga merupakan penghasil limbah yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit apabila seseorang terkontaminasi langsung terutama limbah infeksius.Â
Beberapa kelompok yang dapat berisiko tinggi terkontaminasi dari hasil buangan limbah infeksius yaitu mahasiswa yang melakukan praktikum, pengelola laboratorium pendidikan dan petugas kebersihan yang merupakan kelompok yang paling rentan karena terpapar langsung dengan hasil buangan limbah terutama limbah infeksius labratorium.
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan sivitas akademik, maka perlu dilakukan penanganan limbah terutama limbah infeksius sesuai dengan standar yang di adopsi oleh laboratorium baik dari peraturan pemerintah Indonesia ataupun standar internasional mulai dari pemilahan hingga pengolahannya.Â