Mohon tunggu...
Damae Wardani
Damae Wardani Mohon Tunggu...

"Write to look for the meaning of life." Tinggal di http://jalandamai.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Polemik Semen Rembang: Penyesatan Berbungkus Bahasa Intelektual

13 April 2015   11:01 Diperbarui: 17 April 2016   18:31 5137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14288917421967665032

Cukup menggelitik membaca artikel yang saya peroleh dari sebuah jejaring. Begitu menggelitik sehingga tergerak untuk mengomentari puluhan diksi yang dipakai, yang sukar saya pahami, mulai dari Framing, falasi , holistik, nirlogika, merasionalisasikan, a well-informed man, a well wise fellow, retorika, exclusion, Konklusi Dialektis, anti tesis, diskursus,... atau memang demikian keterbatasan saya dalam membaca artikel tersebut. Sayangnya, di artikel tersebut tak disediakan kolom komentar, demikian pula dengan link external FB yang ia berikan.

Karenanya saya bikin tulisan tersendiri yang akan menanggapi artikel tersebut. Lagipula bahasan saya juga bakal panjang. Semoga betah membaca :-)

Di awal artikel berjudul DIALEKTIKA DALAM AKSI GREBEK ITB tampak dibuat untuk mengcounter tulisan dari mahasiswa pertambangan. Semoga saya tidak salah tangkap (gara-gara bahasanya yang kelewat intelektual itu), maklum kampus saya tak sekeren dan sebonafit ITB. Seenggaknya saya lahir dan kuliah di Bandung, yang ikut terkena hawa panas aksi dari sekelompok mahasiswa di Bandung kemarin.

Analisa saya berdasar pola pikir sepertinya penulis merupakan mahasiswa jurusan sosial, karena jauh dari kesan mahasiswa teknik apalagi teknik pertambangan yang tentunya sebagai salah satu ilmu pengetahuan tertua di bumi ini penuh dengan rumus-rumus pasti dan perhitungan yang sangat teknis. Siapa sangka manusia modern sekarang digerakkan dengan energi dari minyak bumi yang disedot jauh dibawah perut bumi, tentunya butuh keahlian dan bukan sekedar berfantasi layaknya mahasiswa jurusan sosial. Tapi ini dugaan dan tidak terlalu penting dibahas, bukan pokok dalam tulisan ini. Yang jelas disitu penulis menilai Doandy Yonathan tidak berpikir holistik. Mungkin maksudnya linear, atau lurus-lurus saja.

Disini yang menurut saya menjadi celah. Apa yang didengungkan pihak kontra selama ini sering kali linear. Pabrik berdiri, maka air akan hilang. Juga Pabrik berdiri, maka warga tak bisa bertani. Bagi saya ini sebuah pembodohan kepada petani (tolong jangan manfaatkan petani untuk aksi).

Dan itu juga Anda suarakan dalam artikel tersebut, meski dikaitkan dengan ekologis, sosial, dan sebagaimanya. Anda mungkin mengkaitkan dengan ekonomi masyarakat sekitar. Cuma sekitar, kenapa tidak secara luas? "Orang makan nasi, bukan semen". Contoh dalam pic anda sangat linear. Kenapa anda tidak katakan kepada orang tani, bahwa sekolah anak-anak anda tak bisa dibangun dengan susunan nasi. Balai Desa tak bisa dibangun dengan buliran padi, kantor-kantor desa tak bisa berdiri dengan beras. Itu yang saya maksud dengan pembodohan.

Anda tampak ikutan merendahkan harkat petani dengan urusan perut, namun anda lupa seringkali peristiwa bentrok karena masalah papan. Ajaklah mereka melihat kaum-kaum tak beratap yang harus menangisi rumah kardusnya di gusur aparat, ajaklah juga mereka menengok nasib buruh yang terus-terusan mengkotrak rumah. atau, nilai rupiah yang terus melemah akibat salah satunya negeri kita yang tak mampu kelola SDA nya dengan baik.

Sebuah pertanyaan kemudian, apakah anda menutup mata dengan serbuan pabrik-pabrik asing ke negeri kita ini. Pabrik dari Meksiko, Swiss, Jerman, dan sebentar lagi Cina yang isunya bisa menjual semen lebih murah dari pasar. Aspek ekonomi masih kita pegang dengan harga yang bisa kita bikin, karena Semen kita menguasai pasar negeri. Tapi apa yang terjadi jika Perusahaan negara ini kehabisan produksinya ditengah puluhan pabrik. Harga akan menjadi permainan mereka. Dan sangat gila kalau akhirnya bangunan-bangunan sekolah, gedung-gedung layanan terpaksa dibangun dengn menggunakan semen import. Ini soal harga diri bangsa. Ini soal martabat!

Sehingga sangat aneh saat anda menyamakan Semen Gresik dengan perusahaan swasta terkait reklamasi Benoa. Lagi-lagi ini pembodohan kepada masyarakat Rembang. Semen Gresik (sekarang Semen Indonesia) yang saya tahu adalah bagian dari OVN. Urusannya bukan soal profit laiknya perusahaan swasta, tapi lebih sebagai penyangga ekonomi dan pembangunan. Lihatlah hasil penilaian Proper Kementerian KLH ataupun berbagai penghargaan green industry yang dilaksanakan mulai Pemerintah sampai LSM seperti Indonesian Green Award dll, maka Semen Indonesia pastilah salah satu yang dinobatkan sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kelestarian lingkungan.

[caption id="attachment_360489" align="alignnone" width="600" caption="Berkumpul bareng blogger-blogger Rembang saat Wisata Green Industry. "][/caption]

Bagi saya pribadi. BUMN ini gagal membangun pabrik di Rembang tidak masalah bagi Semen Indonesia. Semen Indonesia tidak butuh Rembang. Semen Indonesia masih punya profit untuk menggaji ribuan karyawan, masih punya budget ratusan milyar untuk digelontorkan ke masyarakat lewat program-program CSRnya. Tapi ini sebuah kegagalan negara dalam mengelola asetnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun