Terseret ke lingkaran penulis saja sudah sebuah kenikmatan yang tak boleh didustakan. Apalagi para penulis ini notabenenya adalah pendidik, pengajar, guru, dosen; pahlawan tanpa tanda jasa, pemilik profesi paling mulia. Sungguh, ini lebih nikmat dari kecemplung ke sumur es krim.
Lingkaran itu bernama Agupena. Asosiasi Guru Penulis Indonesia.
Selama saya sekolah, imej guru itu tak lebih dari 'orang yang paling membosankan dengan kehidupan super monoton'. Bayangkan, sejak dia lepas balita hingga manula, waktunya habis untuk berhadapan dengan mata pelajaran yang itu-itu saja. Tiada hari tanpa melangkahkan kaki ke sekolah yang sama, kecuali libur. Berinteraksi dengan manusia yang sama setiap saat, hingga pergantian tahun ajaran baru. Pokoknya kisah hidup guru hanya sepanjang jarak rumah dengan sekolah.
Diakui, keparnoan itu bahkan mendorong hasrat saya untuk melawan orang tua yang menginginkan saya menjadi guru, 5 tahun lalu. Dengan keukeuh-nya saya pilih jurusan terkece kala itu, Ilmu Komunikasi Jurnalistik. Kece bagi saya karena memang sejak kecil saya suka dunia kepenulisan dan kepenyiaran. Usia TK saya sudah mengasilkan satu buku puisi (yang sampai saat ini belum pernah diterbitkan). Di usia itu pula saya punya cita-cita untuk jadi Pembawa Acara Berita di televisi.
Ternyata, pertemuan saya dengan Agupena kali pertama, 28 Oktober lalu, mematahkan semua kejumudan itu.
Bahkan Agupena sudah dipercaya banyak pihak untuk menjalin kerjasama. Mulai penerbit buku, majalah/tabloid, web jurnal ilmiah, dan tak jarang juga berkolaborasi dengan instansi pemerintah untuk membuat project bersama. Oktober kemarin Agupena baru saja menelurkan antologi artikel dengan judul "Membangun Kapasitas Guru Penulis", dan cooming soon akan terbit karya kolaborasi Agupena dengan KPPPA. Mari kita nantikan. :)
Agupena juga menjembatani para guru ini untuk berjejaring. Mereka bisa menambah teman (bahkan keluarga) dari sesama anggota yang tersebar di 21 Provinsi dan 75 Kabupaten/Kota. Wuaw! Tak perlu khawatir kalau ada yang ingin keliling Indonesia, pasti disambut dengan tangan terbuka di semua wilayah.
Interaksi mereka juga tampak sangat intens melalui grup chat WhatsApp. Saling sharing info terbaru seputar dunia kepenulisan, diskusi ringan tentang apapun, sampai belajar bersama di grup itu. Tak ada yang merasa lebih pintar atau malu bertanya. Juga tak segan mengakui kelebihan orang lain tanpa menyombongkan apa yang mereka punya. Semua bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama dan saling melengkapi.