Mempermasalahkan perbedaan reaksi emosi yang dikaitakan dengan jenis kelamin, terkesan agak hipokrit (munafik). Tetapi, lepasdari kesan hipokrisi dalam kenyataan yang kita sering alami emang seperti itu adanya, bahwa sanya perempuan lebih mudah terkena depresi. Makanya di sini kita akan membahas sedikit tentang kondisi tersebut mengapa bisa terjadi.Â
Ketika kita mengalami sebuah masalah yang membut kita depresi, lalu kita mengetahui penyabab apa yang membuat kita depresi itu akan memudahkan kita untuk keluar dari jebakan depresi sehingga lebih cepat dalam mendapatkan solusi dari problematik yang kita hadapi.
Saat kita masih pada masa anak-anak sering kali orang dewasa mengajarkan untuk bersaing tanpa disadarinya seperi mengatakan "Tuh, liat anak Pak Andre. Juara kelas terus sejak SD, coba kamu seperti anak Pak Polan, Bapak pasti bangga banget sama kamu." Ucapan orang tua yang membedakan anaknya dengan orang lain itu secara tidak disadar mengajarkan kepada anak untuk saling bersaing yang kelak akan menimbulkan perasan iri hati atas keberhasilan orang lain.
Masuk dalam pembahasan, tututan seorang perempuan lebih besar ketimbang seorang laki-laki teruta dalam berperilaku. Perempun dalam kehidupan social lebih ditekankan pada tatakarama contok seperti ungkapan berikut "Jadi perempuan harus duduk yang rapi atau sopan," atau "Jadi perempuan harus bisa masak biar disayang saumi." Ungkapan tersebut menggambarkan bahwasanya perempuan banyak sekali tanggung jawanya.
Terbukanya peluang bagi perempuan untuk bekerja di luar pekerjaan sebagai ibu rumah tangga memberikan tuntutan baru pula, seperti "perempuan harus membekali diri dengan ilmu, jadi nantinya tidak tergantung pada suami, apalagi kalau kebetulan dapat suami kurang bertanggung jawab, masa depan anak-anak pasti akan jatuh pada perempuan sebagai ibunya," dan sebagainya. Jadi secara tidak langsung perempuan dituntun untuk sukses dalam dua hal yaitu kehidupan rumah tangga dan karier.Â
Dan tanpa disadari oleh perempuan dia akan menuntut dirinya berhasil dengan baik dalam dua hal tersebut. Dua hal ini merupakan penyebab stres (stresor) terberat yang sering dihadapi perempuan dalam kehidupan lanjutanya karena kedua tuntutan tersebut tidak mudah melaksanakanya dengan sempurna. Stresor yang berat ini membuat perempuan memiliki kecenderungan meragukan kemampuannya, meragukan kekuatan mentalnya, cenderung menilai dirinya tidak penting, serta cenderung melihat keberhasilan orang lain dengan rasa dengki ataupun iri.
Sekarang bagaimana kita menyikapi hal tersebut agar terhindar dari jebakan depresi tersebut?
Pertama kita harus berjanji pada diri sendiri untuk tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kedua ketika kita merasa kurang puas dengan apa yang telah kita lakukan maka cobalah introspeksi diri hargai apa yang sudah kita lakukan. Dengan kata lain kita belajar mensyukuri apa yang telah Tuhan berika.Â
Ketiga, ketika kita mendapatkan kabar keberhasilan teman, bersyukurlah dengan hati tulus untuk mereka dan berdoa agar kita juga dapat keberhasilan. Jadi, memang perempuan rentan terhadap depresi, tetapi mengapa kita harus menyiksa diri dengan keadaan depresi berlajut, rugi sendirikan?. (Supardi, 2005)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H