keputusan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada korban judi online. Kebijakan ini muncul dari wacana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) yaitu Muhadjir Effendy yang mengusulkan pemberian bantuan sosial (Bansos) kepada "korban" judi online. Muhadjir menyatakan bahwa pelaku judi online dan keluarganya berpotensi menjadi masyarakat miskin baru yang perlu ditangani oleh pemerintah.
Dalam beberapa minggu terakhir, perhatian publik tertuju pada"Termasuk banyak yang menjadi miskin baru, itu menjadi tanggung jawab kita, tanggung jawab dari Kemenko PMK," ujar Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2024).
Kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, dengan berbagai argumen yang muncul dari kedua belah pihak. Di satu sisi, bantuan ini dianggap sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap warga yang terjebak dalam lingkaran perjudian. Di sisi lain, langkah ini dipandang sebagai solusi yang tidak tepat sasaran dan berpotensi menimbulkan masalah baru.
Adapun argumen dari pihak pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa judi online telah menjadi masalah sosial yang serius, terutama di masa pandemi COVID-19. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan, sehingga mereka tergoda untuk mencari jalan pintas melalui perjudian online. Sayangnya, alih-alih mendapatkan keuntungan, mereka justru terjebak dalam utang dan masalah ekonomi yang lebih parah.
Dalam konteks ini, pemberian bansos dianggap sebagai langkah yang tepat untuk membantu mereka keluar dari krisis finansial. Selain itu, bansos ini diharapkan dapat memberikan waktu dan kesempatan bagi korban judi online untuk merehabilitasi diri dan mencari solusi jangka panjang yang lebih stabil, seperti pelatihan keterampilan atau bantuan dalam mencari pekerjaan baru. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, beliau menganggap usulan Muhadjir layak dipertimbangkan untuk diterapkan sementara. Menurutnya, hal ini dapat membantu korban judi online untuk memenuhi kebutuhan sementara waktu tanpa harus kembali berjudi.
Namun, kebijakan ini tidak luput dari kritik. Banyak pihak yang menganggap bahwa memberikan bansos kepada korban judi online adalah langkah yang tidak bijaksana. Mereka berpendapat bahwa bansos seharusnya diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, seperti kaum miskin dan pengangguran yang tidak terlibat dalam perjudian.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa bantuan ini justru akan mendorong perilaku berjudi. Dengan adanya bansos, para pelaku judi online mungkin merasa bahwa mereka akan selalu memiliki jaring pengaman finansial, sehingga tidak ada dorongan yang kuat untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut. Hal ini bisa menciptakan ketergantungan baru pada bantuan pemerintah dan menambah beban anggaran negara.
"Misalnya ada yang berpikir 'Kalau gitu kita judi terus saja, kalau menang dapat uang. Kalau kalah dapat bansos'. Misalnya begitu," ujar Trubus saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (15/6/2024). "Jadi itu merusak. Malah justru melanggengkan bansos itu sendiri. Dan tidak memutus kemiskinan," tegasnya.
Melihat pro dan kontra yang ada, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih komprehensif. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat tentang bahaya judi online. Kampanye publik yang masif bisa dilakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko dan konsekuensi dari perjudian, serta memberikan informasi tentang bantuan yang tersedia untuk mereka yang terjebak dalam masalah ini. Selain itu, pemerintah bisa memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap situs-situs judi online, sehingga akses masyarakat terhadap perjudian bisa dikurangi. Dukungan psikologis dan rehabilitasi juga harus diperkuat, dengan menyediakan layanan konseling dan terapi bagi korban judi online.
Kesimpulannya yaitu bahwa pemberian bansos kepada korban judi online adalah kebijakan yang kompleks dan memerlukan pertimbangan matang. Sementara niat pemerintah untuk membantu warga yang kesulitan patut diapresiasi, kebijakan ini harus disertai dengan strategi yang lebih luas dan menyeluruh. Edukasi, regulasi, dan dukungan rehabilitasi menjadi elemen penting yang harus diperkuat agar solusi yang diambil benar-benar efektif dan tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Penulis: Dalila Karimah Siregar