"Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". (UUD '45 Pasal 27 Ayat 1)
---
Ternyata, tidaklah mudah bagi mantan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk berbicara terbuka soal dokumen kematian Munir, hasil kerja Tim Pencari Fakta yang telah diserahkan kepadanya Juni 2005 dan kini raib entah ke mana. SBY diyakini tahu persis soal tujuh bendel dokumen itu yang ternyata tidak singgah di Sekretariat Negara.
Dua minggu sudah sejak Komisi Informasi Publik memutuskan hasil kerja Tim Pencari Fakta Kematian Munir yang dibentuk dengan Kepres No 11 Tahun 2004, wajib diumumumkan ke publik, keberadaan dokumen itu tetap tak jelas. Harapan agar SBY secara sukarela bicara ke publik baru setengah bersambut. Sementara Jaksa Agung yang bermaksud menanyakan langsung ke SBY, terkesan masih maju mundur dan ditentang oleh Partai Demokrat.
Saya kutipkan bunyi UUD '45 Pasal 27 Ayat 1 itu, untuk mendudukkan persoalan ini ke bingkai hukum agar tidak melebar ke mana-mana, dipolitisir atas nama sopan santun dan kepantasan, warga kelas utama yang perlu perlakuan khusus, dsb. Jadi marilah kita kembali ke persoalan hukum tentang diwajibkannya dokumen kematian Munir Saud Thalib diumumkan ke publik dan upaya menemukan dokumen itu.
Ini perlu ditegaskan karena Partai Demokrat partainya SBY tampaknya telah menggiring persoalan ini keluar dari konteks hukum. Terakhir lewat jubirnya, Rachland Nashidik, partai itu merasa keberatan kalau Jaksa Agung Prasetyo meminta keterangan langsung ke SBY. Pernyataan itu terasa aneh dan mencerminkan bagaimana hukum diperlakukan tidak sama kepada setiap warga negara.
Pernyataan itu menjadi bias karena Presiden Jokowi dikesankan secara khusus memerintahkan Jaksa Agung Prasetyo memeriksa SBY terkait hilangnya dokumen itu. Dan ini dinilainya bisa membawa pesan yang keliru karena Jaksa Agung adalah pemegang otoritas hukum pidana. Seharusnya, "Ia (Presiden Jokowi) sebenarnya bisa mengontak dan bertanya sendiri kepada Presiden RI ke-6 (SBY) dengan berbagi niat baik dan kepedulian terhadap penuntasan kasus Munir,” kata Rachland. (tempo.co.id, 22/10/2016)
Ada kerancuan berpikir di kalangan Partai Demokrat dalam memahami persoalan dokumen kematian Munir yang hilang. Ada dua kepentingan utama dalam persoalan mencari keberadaan dokumen itu. Pertama, dokumen itu dicari untuk kemudian diumumkan ke publik sebagaimana keputusan Komisi Informasi Publik 10 Oktober 2016 lalu. Kedua, setelah dokumen ditemukan dan ternyata ada novum baru dalam khusus kematian Munir, Jaksa Agung berkewajiban memprosesnya secara hukum.
Untuk itulah Jaksa Agung Prasetyo diperintahkan Presiden Jokowi untuk menemukan dokumen hasil kerja TPF itu. Tidak ada perintah presiden untuk secara khusus memeriksa SBY. Tetapi, informasi dari kalangan yang tahu persoalan ini menunjukkan, dokumen itu terakhir kali diterima SBY saat diserahkan TPF Juni 2005 lalu, dan tidak diserahkan ke Sekretariat Negara.
Ini ditegaskan oleh Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjabat menteri sekretaris negara. Yusril, Sudi Silalahi yang saat itu menjabat menteri sekretaris kabinet, juga Andi Malarangeng yang jadi jubir presiden ketika itu tahu secara langsung pertemuan TPF Kematian Munir dan Presiden SBY dan juga penyerahan dokumen hasil kerja TPF.
Inilah dasar yang menggiring Jaksa Agung Prasetyo untuk meminta penjelasan kepada SBY dan bukan memeriksa. Meminta penjelasan adalah hal yang wajar dilakukan dalam menelusuri kejadian hilangnya dokumen negara. Jadi Partai Demokrat tidak perlu membelokkannya sehingga terkesan SBY 'diperiksa' dan dijadikan 'pesakitan' dalam kasus itu. Terlebih lagi, upaya menjadikan SBY 'pesakitan' itu atas perintah Jokowi. Yang benar saja.
Jikalau Jaksa Agung Prasetyo mengetuk pintu rumah SBY di Cikeas, dan dengan takzim mengucapkan salam kepada tuan rumah, itu tak perlu dipermasalahkan. Sebagai tuan rumah yang baik, SBY tentunya akan membuka pintu, menjawab salam, dan menyalami tamunya dengan senyum riang. Itu sebuah kewajaran dan harmoni kehidupan.
Nah, setelah beramah-tamah ala kadarnya, jika Jaksa Agung Prasetyo dengan hormat bertanya seputar dokumen kematian Munir, itu juga biasa. Sebagai tuan rumah yang baik dan warga negara yang menghayati isi Pasal 27 Ayat 1 UUD '45, tentu SBY akan menjelaskan dengan serinci-rincinya soal dokumen itu.Harapannya tentu agar masalah itu cepat selesai. Syukur jika ada bundelan dokumen yang mungkin bisa diserahkan.