Sudah dua kali, Anies Baswedan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuduhan terlibat tindak pidana korupsi. Yang pertama, 30 Januari lalu 2017 lalu dia dilaporkan Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad). Dia diduga menerima fee sebesar Rp 5 miliar dari proyek Vsat, atau komunikasi jarak jauh berbasis. satelit di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tahun 2012, lewat adiknya, Â Abdillah Rasyid Baswedan.
Yang kedua, pada 9 Maret 2017 kemarin, Direktur Eksekutif Government Against Corruption dan Discrimination (GACD), Andar Mangatas Situmorang melaporkan Anies Baswedan ke KPK atas dugaan penyelewengan dana Frankfurt Book Fair 2015. Pameran buku di Jerman selama tiga hari itu (14-18 Oktober 2015) telah menghabiskan dana Rp 146 miliar.
Dua laporan dugaan tindak pidana yang diduga melibatkan Anies Baswedan ini jelas perkara serius dan tidak bisa dibuat main-main. Karena itulah, sangat mengherankan sikap Anies yang menganggap laporan ke KPK sebagai tindakan "lucu-lucuan" dalam pilkada. Laporan dugaan tindak pidana korupsi jelas bukan tindakan main-main dan yang pasti akan punya dampak serius jika terbukti.
Pada kasus proyek Vsat, tahun 2012, Anies memang belum tercatat sebagai penyelenggara negara karena saat itu dia menjabat rektor Universias Paramadina, sebuah universitas swasta. Di KPK dia memang menjabat ketua Komite Etik KPK, tetapi jabatan itu bukan tergolong sebagai penyelenggara negara. Dengan begitu perkaranya tidak  bisa ditangani KPK.
Meskipun begitu bukan berarti perkara itu berhenti begitu saja. Bersamaan dengan laporan Kamerad ke KPK, Bareskrim Polri rupanya juga menerima laporan serupa tentang dugaan korupsi di proyek Vsat di Kementerian Kominfo itu. Pada 14 Februari 2017 lalu, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri juga telah memanggil Abdillah Rasyid Baswedan namun dia tidak datang.
Adik Anies itu rencananya akan dimintai keterangan soal pengadaan VSAT di Kementerian Kominfo. Sebelum memeriksa Abdillah Rasyid Baswedan, polisi telah meminta keterangan beberapa saksi lainnya yang dianggap berkaitan dengan kasus ini. Ini artinya kasus dugaan korupsi yang dilaporkan Kamerad ke KPK itu, meski dibantah kubu Anies dan bahkan pelapornya dilaporkan balik ke Bareskrim, bukan perkara main-main.
Presidium Kamerad Haris Pertama mengungkapkan salah satu bukti yang menunjukkan indikasi korupsi itu, antara lain adanya temuan bukti transfer yang dilakukan Yudi Setiawan kepada adik Anies, Abdillah Rasyid Baswedan, sebesar Rp 5 miliar. Dalam bukti transfer itu juga ada keterangan bahwa itu adalah fee untuk proyek VSAT. (tempo, 31/1/2017)
Yudi merupakan pemenang tender proyek tersebut. Kamerad menduga uang Rp 5 miliar itu sebenarnya ditujukan kepada Anies dan Abdillah hanya perantara. Anies diduga bertindak sebagai makelar proyek Desa Berdering yang digarap pada 2012 itu. Alasannya karena Anies merupakan kader Partai PKS dan dekat dengan Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Tifatul Sembiring.
Dalam kasus dugaan penyimpangan penggunaan dana di pameran Frankfurt Book Fair 14-18 Okober 2015, Anies diduga menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Mendikbud. Direktur Eksekutif Government Against Corruption dan Discrimination (GACD), Andar Mangatas Situmorang menyebut Anies Baswedan telah melakukan korupsi sistematis pada pameran yang menelan dana Rp 146 miliar itu.
Anggaran sebesar itu, dinilai banyak pihak berlebihan dan tidak sesuai dengan hasil yang didapat. Untuk sewa paviliun seluas 2.500 meter persegi dibutuhkan dana Rp 19 miliar, sementara buku yang dipamerkan hanya 200 judul buku. Padahal sebagai tamu kehormatan yang menempati paviliun, seharusnya Indonesia sedikitnya bisa memamerkan 1.000 judul buku.Â
Dibandingkan pameran serupa pada tahun 2016, Indonesia hanya menempati tiga stan dengan luas 300 meter persegi namun bisa memamerkan 300 judul buku. Target penjualan juga jauh melampaui capaian pameran pada 2015 itu.