Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik "Jurus Mabuk" Kontras ke Jokowi

27 Oktober 2016   21:55 Diperbarui: 27 Oktober 2016   22:03 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terus terang, saya terheran-heran ketika membaca berita Koordinator Kontras Haris Azhar memuji-muji SBY dan mengkritik Jokowi dalam penanganan kasus pembunuhan pejuang HAM Munir. Ini seperti pernyataan yang dikeluarkan dengan sadar tetapi melampaui akal dan logika sehat, sehingga lebih cocok disebut "jurus mabuk".

Sebagai orang yang baik, saya tak ingin ikut-ikutan mabuk untuk terlibat terlampau dalam dalam penilaian yang bersifat subjektif semacam itu. Biarlah rakyat banyak yang menilai mengapa kasus yang terjadi 7 September 2004 itu dan ditangani SBY selama dua periode masa jabatan tapi tidak tuntas, sehingga Jokowi yang kini jadi sasaran kekecewaan.

Yang membuat saya penasaran adalah mengapa Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) organisasi yang dulu dipimpin almarhum Munir Said Thalib itu bersikap seperti itu. Dan ini juga bukan kali yang pertama karena sebelumnya malah keluar pernyataan Jokowi tak pantas maju lagi di Pilpres 2019 karena dinilai tidak peduli pada pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Ternyata, sejak awal Kontras yang dikoordinatori Haris Azhar itu memang tidak kemistri dengan Jokowi. Ini berkaitan dengan kedekatan  dan pilihan Jokowi atas figur-figur yang dalam catatan Kontras pernah tersangkut pelanggaran HAM. Ada satu nama yang tampak dijadikan "musuh" besar mereka karena diduga terlibat dalam pembunuhan  Munir, walaupun figur ini oleh pemerintahan SBY dinyatakan tidak terlibat.

Dialah AM Hendroprijono yang menjabat KaBIN, saat terjadinya pembunuhan Munir. Nama ini memang masuk dalam rekomendasi TPF Kematian Munir, seperti yang disebut Sudi Silalahi, tapi telah dinyatakan tidak terlibat dalam kasus ini. Hendroprijono juga dikenal dekat dengan Megawati yang mengusung Jokowi-JK dalam pilpres 2014 lalu, dan masuk dalam tim pemenangan.

Dan setelah Jokowi memenangkan pilpres itu, ternyata AM Hendroprijono juga masuk dalam tim transisi yang dibentuk Jokowi, sebagai penasehat. Ini tentu mengundang kritik keras Kontras pada 14 Agustus 2014 lalu. Hal itu dinilai sebagai sikap Jokowi-JK yang tidak mendukung penuntasan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Hendroprijono juga disebut terlibat dalam kasus Talangsari Tahun 1989.

Jokowi juga dinilai dekat dengan figur lain yang juga punya beban masa lalu  terkait pelanggaran HAM, misalnya Wiranto yang kini Menkopolhukam. Wiranto disebut Komnas HAM mengetahui adanya pelanggaran HAM yang “meluas dan terorganisir” di seputar referendum Timor-Timur pada 1999. Pada 2004, Pengadilan Timor Leste mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Jenderal (Purn) Wiranto atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan pada 1999.

Pengangkatan Mayjen Hartomo menjadi KaBais pada 16 September 2016 juga dinilai bermasalah. Sebabnya, Hartomo yang pada tahun 2003 telah dihukum 3 tahun 6 bulan penjara dan dipecat dari dinas militer oleh Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya, ternyata imun dan terus menjalani karir militernya. Dia dihukum karena terlibat pembunuhan Theys Hiyo Eluay ketua Dewan Adat Papua pada 10 November 2001.  

Selain itu, keberadaan Ryamizard Ryacudu sebagai menhan di kabinet Jokowi juga sejak awal ditentang oleh Kontras. Ryamizard dinilai juga diduga terlibat kasus pembunuhan Dortheys Hiyo Eluay di Papua pada 2003 dan menolak rekomendasi penghentian operasi militer di Aceh pada 2004. Dia disebut tidak mendukung penegakan HAM di Indonesia.

Masih ada lagi, pengangkatan Budi Gunawan sebagi Ka BIN juga dipermasalahkan, karena dinilai pernah tersangkut kasus suap dan gratifikasi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. BG juga disebut sebagai penyebab kriminalisasi para mantan pejabat KPK.

Tampilnya figur-figur itu telah mengundang kecaman Kontras, mereka menyangsikan keseriusan pemerintahan Jokowi dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Terlebih dalam catatan mereka, tahun 2015 misalnya, jumlah pelanggaran HAM justru meningkat dengan 300 kasus. Angka ini lebih besar jika dibanding selama dua tahun terakhir pemerintahan SBY.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun