Apa hubungan celana dalam wanita dengan peringatan HUT RI ke-71? Pertanyaan ini belum juga berhasil saya jawab, sejak muncul kasus pemberian hadiah sembilan celana dalam wanita kepada juara umum lomba 17-an, olahraga, dan seni di Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa  Sulawesi Barat, yang berakhir di kantor polisi.Â
Apakah ini sekedar hura-hura cari perhatian supaya masuk media massa? Jawabannya bisa saja, ya. Sebabnya sederhana, saat ini memang banyak hal dibuat menarik, sensasional, dan nganeh-anehi agar bisa mengundang perhatian yang pada akhirnya membuat terkenal.
Hal itu setidaknya sudah terbukti, nama Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa yang tak dikenal secara nasional, kini disebut-sebut dalam pemberitaan. Dan itu terjadi berkat "jasa" sembilan celana dalam wanita, yang jadi hadiah untuk juara umum lomba di HUT RI. Namun, ini jelas tuduhan semena-mena seolah-olah warga kecamatan itu rela celana dalam wanita difungsikan sebagai pengerek citra.
Buktinya mereka marah dan lapor polisi karena menilai tak selayaknya celana dalam wanita jadi hadiah acara sakral peringatan HUT RI yang resmi dilakukan Kecamatan Sumarorong. Ini dinilai sebagai pelecehan, merendahkan martabat juara umum, tindakan tak patut, yang harus diproses hukum dan tak cukup diselesaikan hanya dengan permintaan maaf.
Lantas apa yang salah dengan celana dalam wanita? Tak ada yang salah jika benda itu menempati tempat yang semestinya, yaitu tersembunyi di balik pakaian, menutup organ intim wanita. Tidak dipamerkan seperti yang dilakukan peragawati Victoria's Secret misalnya, atau diumbar sebagai bagian pakaian bikini namun dipakai jalan-jalan di mall. Itu tabu bagi masyarakat kita.
Seperti namanya, celana dalam wanita, pasti letaknya juga di dalam. Seperti juga fungsinya untuk menutupi kemaluan, maka tindakan mengekspos celana dalam tidak pada tempatnya, bisa berarti pula mengekpos atau memperlihatkan hal yang dinilai bisa membuat malu itu. Jadi celana dalam, baik wanita maupun lelaki berkaitan erat dengan rasa malu.
Karena fungsinya yang terkait organ intim wanita maupun pria, tak salah juga jika pakaian ini punya konotasi kuat dengan makna sex dan aktivitasnya. Baik soal ke-macho-an atau ke-feminin-an juga bisa tergambar dari urusan celana dalam ini. Jadi, celana dalam wanita atau pria memang dekat pula dengan makna sex.
Kembali ke masyarakat Sumarorong yang marah akibat menerima sembilan celana dalam wanita, bisa saja karena memaknai celana dalam sebagai penutup "malu" yang seharusnya tak diumbar keluar. Pemberian celana dalam wanita itu bisa pula bermakna si penerima hadiah agar tahu malu dengan menutupi organ intimnya.
Secara kasar, ini bisa dimaknai sebagai penghinaan karena penerima hadiah dianggap tak tahu malu sehingga diberi celana dalam agar menjadi tahu malu. Jika makna ini yang dipakai, sangat pantas kalau mereka marah dan lantas lapor polisi.
Dalam masyarakat kita, rasa hormat kepada wanita yang telah melahirkan anak masih sangat tinggi. Dan kita juga tahu kelahiran itu, sebagian besar masih melewati organ intim wanita. Celana dalam wanita tentunya ada yang memaknai dan menghubungkannya dengan hal itu. Sehingga memamerkan atau membuat pakaian dalam wanita sebagai bahan olok-olok atau kelakar dianggap tak elok, tak patut, dan merendahkan martabat wanita sebagai ibu.
Kemungkinan munculnya hadiah sembilan celana dalam wanita sebagai kejutan, olok-olok, dan guyonan kepada penerima hadiah, sangat mungkin terjadi. Dengan dasar lomba 17-an untuk bergembira bersama, dengan dana minim namun ingin memberikan hadiah yang berkesan, dipilihlah celana dalam wanita itu. Alasan yang sederhana.