Kalau melihat prolog kasus megakorupsi E-KTP yang kini disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, rasanya memang sulit untuk mengatakan Ketua DPR Setya Novanto akan lolos dari jerat hukum. Tetapi, melihat rekam jejaknya selama ini dalam beberapa kasus korupsi, wajar juga muncul pertanyaan akankah kali ini dia kembali lolos dari jerat hukum.
Setidaknya sudah ada empat kasus korupsi yang melibatkan nama Setya Novanto, yaitu kasus pengalihan hak tagih (cassie) Bank Bali (1999), kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton (2003), kasus penyelundupan limbah beracun (B-3) di Pulau Galang, Batam (2006), kasus korupsi proyek PON Riau 2012 (2012). Dari keempat kasus ini, untuk sementara Setya Novanto masih aman saja.
Kasus korupsi E-KTP yang mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun adalah kasus yang melibatkan namanya setelah kasus PON Riau. Setelah itu, dia kembali terlibat dalam skandal "Papa Minta Saham" yang terkenal itu, yang perkaranya masih mengendap di Kejaksaan Agung dengan alasan Reza Chalid "rekanannya" menghilang entah ke mana.
Dari rekam jejaknya yang menunjukkan keperkasaan dan kepiawaian seorang Setya Novanto dalam urusan hukum korupsi, dia kembali menunjukkan tajinya setelah terpilih jadi ketua umum Partai Golkar hasil Munaslub 2016 di Nusa Dua Bali. Setelah itu, dengan mulus dia kembali meraih jabatan ketua DPR yang terpaksa ditinggalkan akibat skandal "Papa Minta Saham".
Semua sepak terjang Setya Novanto itu dengan mudah dilacak di portal media utama. Semua terpapar dengan rinci termasuk langkah "ajaib" Kejaksaan Agung yang ternyata telah mengeluarkan SP3 atas nama Setya Novanto dalam kasus Bank Bali. Beberapa kasus Setya Novanto memang berhenti di lembaga penegak hukum ini.
Meskipun begitu, atmosfer penegakan hukum terhadap koruptor dan lembaga penegak hukum yang menangani kasus korupsi yang melibatkan nama Setya Novanto kali ini berbeda. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedari awal sudah mengirim sinyal kuat dan tegas akan mengusut dan memproses kasus ini hingga tuntas. Bahkan, sempat disebut kemungkinan adanya guncangan politis akibat nama-nama besar yang terlibat.
Di antara nama besar, Setya Novanto disebut beberapa saksi punya andil besar, yaitu termasuk yang mengatur skenario "bancakan" dana E-KTP itu. Setidaknya, M Nazarudfin yang kini jadi justice collaborator KPK itu sudah menyebut hal itu. Beberapa saksi lain, tampak juga menguatkan hal itu, meski sampai saat ini Setya Novanto membantahnya.
Adalah Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) yang telah melaporkan Setya Novanto ke Badan Kehormatan DPR Kamis kemarin (16/03/2017) karena dinilai telah melakukan pembohongan di depan publik, karena mengaku tidak pernah bertemu dengan nama-nama yang ada di dalam dakwaan persidangan kasus korupsi e-KTP, yakni Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto.
Menurut MAKI, mereka punya bukti foto yang menunjukkan adanya pertemuan Setya Novanto dengan ketiga orang itu, berasal dari dokumen resmi Kemendagri. MAKI juga punya catatan tentang pertemuan Setya Novanto dengan ketiga orang itu, yang berlangsung sekitat akhir 2010 dan awal 2011 di Hotel Gran Melia dalam acara Kemendagri.
Sebelumnya, MAKI juga yang telah mempraperadilankan Kejaksaan Agung pada akhir 2014 lalu karena menghentikan pemeriksaan terhadap Setya Novanto dalam kasus Bank Bali. Padahal, dalam dakwaan jaksa terhadap Djoko S Chandra direktur Era Giat Prima di mana Setya Novanto menjadi dirut disebutkan:
"Bahwa terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra baik selaku pribadi atau selaku Direktur PT Era Giat Prima bersama-sama dengan Drs R Setya Novanto...yang masing-masing peranan perbuatannya akan diuraikan di bawah ini dan penuntutan hukumnya terpisah satu dengan yang lain maupun bertindak sendiri-sendiri, pada tanggal dan bulan dalam tahun 1997,1998 dan 1999 bertempat di Kantor PT Era Giat Prima, Jalan HR Rasuna Said...." (detik.com 17/11/2015)