Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres dan Darurat Gangguan Ereksi

25 Maret 2019   07:24 Diperbarui: 25 Maret 2019   07:26 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar meme tuman di medsos.

Persyaratannya, pemantau pemilu dari luar negeri harus berbadan hukum, bersifat independen, punya sumber dana jelas, punya kompetensi dan pengalaman pemantauan pemilu di negara lain yang dibuktikannya dengan surat dari organisasi pemantau atau pemerintah negaranya. 

Para pemantau dari luar negeri ini selain sudah diakreditasi di Bawaslu baik pusat maupun daerah sesuai cakupan wilayah pemantauan, juga harus menaati kode etik pemantau pemilu yang ditetapkan Bawaslu.

Jadi,  jika melihat ketetapan perundang-undangan, pemantau dari luar negeri bukanlah sebuah persoalan, senyampang tidak melanggar peraturan.

Yang membuat isu ini jadi agak lain adalah alasan kubu Prabowo-Sandi meminta kehadiran pemantau asing. Misalnya pernyataan ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Djoko Santoso yang mengaku didatangi 23 dubes dari negara-negara Eropa.

Kepada para dubes itu dia menanyakan apakah di negara mereka orang gila mencoblos atau satu orang kepala desa menyoblos untuk seluruh warga desanya seperti sistem noken yang masih berlaku di Papua.  Kepada para dubes itu, Djoko meminta agar mereka mengirimkan tim pemantau. [1]

Djoko Santoso mungkin agak salah paham. Gangguan jiwa itu banyak jenis dan tingkatannya. Para penghuni RS Jiwa tentunya juga beragam gangguan kejiwaan yang mereka alami. 

Apakah mereka semua sudah  tidak mampu lagi melaksanakan haknya sebagai warga negara untuk ikut pemilu?  Ya belum tentu.  Hak memilih dalam pemilu tentu diberikan kepada yang mampu. Di sinilah peran dokter yang menanganinya menjadi penting.

Dasar KPU memasukkan penderita gangguan kejiwaan adalah ketetapan UU Pemilu. Ketetapannya, warga negara yang telah berusia 17 tahun, bukan TNI-POLRI, tidak dicabut hak politiknya, wajib dimasukkan daftar pemilih tetap (DPT). 

Termasuk dalam ketetapan itu adalah warga penyandang disabilitas. Warga yang mengalami gangguan kejiwaan adalah bagian dari penyandang disabilitas.

Hal itu juga sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 lalu bahwa penderita gangguan kejiwaan punya hak mengikuti pemilu. Keputusan MK adalah ketetapan setara UU yang wajib dilaksanakan KPU.

Jika menelaah dasar pertimbangan KPU adalah ketetapan UU Pemilu dan keputusan MK, tentu tidak ada yang salah. Persoalannya adalah kemampuan penderita gangguan kejiwaan itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun