Prabowo Subianto ketua umum Partai Gerindra itu mungkin keseleo lidah saja saat bicara ada kajian yang menyebut Indonesia akan bubar pada tahun 2030. Maksudnya mungkin Indonesia akan berubah jadi negara maju yang semakin disegani dan dipandang di percaturan global. Jadi kata "berubah" itu keseleo jadi "bubar". Soal keseleo lidahnya kok jauh amat, itu yang belum jelas benar karena faktor apa.
Namun, bisa juga Prabowo tidak keseleo lidah tetapi sekedar iseng dan ingin buat kejutan, tentang Indonesia di masa depan yang tidak kunjung memberikan harapan bagi kehidupan sosial-politiknya. Dia mungkin jenuh dan ingin membuat kejutan yang bisa membuatnya bersemangat kembali. Jadi, dia akhirnya teringat kisah Indonesia yang disinggung sepintas lalu dalam novel Ghost Fleetakan jadi failed state atau negara gagal pada 2030.
Karena sebutan negara gagal itu kurang greget dan multitafsir, nanti malah kurang bisa menimbulkan efek teror, dia ganti dengan kalimat Indonesia akan bubar pada 2030. Terbukti kan, ucapannya itu sontak mendapatkan reaksi dan respon yang membahana. Dan, kini nama Prabowo banyak disebut, diulas, diklik di Mbah Google. Artinya, misi menarik perhatian cukup sukses. (Bisa saja lho, Prabowo Subianto malah tertawa terbahak-bahak melihat reaksi orang-orang.)
Jadi, seharusnya tidak perlu terlalu serius menanggapi pernyataan Prabowo Subianto itu. Lha itu pernyataan juga dibuat tidak serius kok ditanggapi serius. Itu kisah fiksi, sebuah novel, yang tentunya meskipun dibuat ahli intelijen atau ilmuwan militer, tetap saja sebuah imajinasi. Kalau itu serius dan didukung kajian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan, tentu akan dituangkan dalam bentuk buku yang ilmiah pula, bukan novel.
Nah, di sini jelas Prabowo Subianto itu sebenarnya tidak serius dengan pernyataannya itu. Hanya saja karena hal itu diutarakan dengan gaya orator ala Bung Karno, kesannya jadi serius amat. Padahal, Prabowo pasti juga sadar kalau orang jaman now pastilah akan kepo, dan terus mengobok-obok pernyataannya itu dari berbagai sudut. Dan, akhirnya akan ketemu juga gambar video saat dia tampil di acara bedah buku di UI tahun lalu.
Dalam acara bedah buku bertajuk "Nasionalisme Sosialisme Pragmatisme: Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo" di Auditorium FEB UI Depok, 18 September 2017, dia sempat singgung tentang novel Ghost Fleet itu. Sebuah novel yang ditulis dua ahli strategi militer, yaitu PW Singer dan August Cole.Â
Bisa saja, ada yang menilai Prabowo Subianto benar-benar keseleo pemikirannya dengan pernyataannya itu. Karena itu, kisah dalam novel yang dibuat dua ahli strategi yang menyinggung sepintas lalu Indonesia sebagai negara gagal itu kemudian berubah jadi "di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung! Mereka ramalkan kita ini bubar".
Lebih dari itu sebuah novel pastilah juga mencerminkan pemikiran atau pandangan penulisnya atas sebuah permasalahan. Jika penulisnya seorang ahli strategi militer atau intelijen tentu saja novel itu akan juga mencerminkan pandangan yang mencerminkan keahlian penulis pada masalah militer. Wajar saja jika novel semacam itu lantas jadi perhatian dan bahasan orang yang tertarik pada masalah kemiliteran, termasuk kalangan militer sendiri.Â
Namun, yang perlu diperhatikan adalah misi sebuah novel. Â Seorang ahli strategi militer dan intelijen menulis sebuah novel, yang misalnya menggambarkan terjadinya perubahan kepemimpinan di China dari pemimpin partai komunis ke elit gabungan antara kelas pengusaha kakap bersama para pemimpin tentara, tentu bukan sekedar imajinasi. Bisa saja itu didasarkan kepada data faktual.Â
Namun, bisa pula itulah yang diharapkan terjadi oleh penulisnya. Artinya, secara sadar si penulis novel memang menginginkan runtuhnya partai komunis di China, dan kepemimpinan berganti ke kalangan elit pengusaha kakap dan militer. Ini pemikiran yang khas Amerika.