Antasari Azhar mantan ketua KPK itu kini telah bebas. Dia benar-benar telah murni bebas, bukan lagi bebas bersyarat. Segala haknya sebagai warga negara, tentu telah pula disandang kembali. Tetapi, ada satu pertanyaan pokok yang mungkin tidak akan bisa membebaskan hatinya sebelum ada jawabannya, yaitu siapa pelaku dan aktor intelektual pembunuh Nasrudin Zulkarnaen.
Itulah mungkin lakon yang harus dijalani Antasari setelah mendapat grasi dari presiden. Sebuah pencarian jawaban, bukti, dan upaya hukum agar pelaku dan aktor intelektual pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, sahabatnya main golf itu bisa diketahui dan diproses hukum sebagaimana mestinya.Â
Bisa jadi itu lakon yang berat. Meski sudah banyak dukungan dan dorongan dari berbagai pihak, itu semua jelas tak akan cukup tanpa dukungan secara legal formal dari institusi yang berwenang menanganinya. Ini karena sudah jadi rahasia umum, pembunuhan itu telah menunjukkan ciri-ciri konspirasi yang melibatkan kekuatan besar yang tentunya melibatkan banyak level kepentingan.
Karena itu, hari-hari mendatang yang mungkin harus dijalani Antasari adalah dengan meraih dan menggalang dukungan dari berbagai pihak yang berkompeten dan punya akses atas masalah ini. Tetapi, konsekuensi semua lakon itu adalah keamanan dan ketentraman keluarganya. Sebuah proteksi, entah dari pemerintah atau pendukungnya, jelas diperlukan. Pengalaman telah mengajari Antasari akan hal itu.
Dalam Konferensi Hukum Nasional yang digelar Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember pertengahan Desember lalu, Antasari sempat menceritakan teror yang dulu pernah dialami keluarganya. Dering telepon di rumah tak henti-hentinya sepanjang hari, anaknya diancam dengan perkataan "Siapkan bendera kuning di depan rumah, sebentar lagi bapakmu kami antar", sampai anaknya yang ketakutan memintanya tidak usah pulang dan bertahan di kantor dulu.
Pengalaman itu jelas tak terlupakan bagi Antasari dan keluarganya. Meskipun begitu, saya meyakini omongan Basrief Arief mantan jaksa agung itu benar, bahwa Antasari sebagai orang Palembang tak mengenal takut dalam menegakkan hukum dan kebenaran. Tetapi, tentu saja benteng pertahanan keluarga harus tetap dipersiapkan dan dijaga.
Itulah pilihan yang mungkin telah direnungkan dan mungkin telah diputuskan untuk dijalaninya. Tetapi bisa saja, Antasari belum sampai pada pilihan itu meski dalam beberapa forum dia telah berbicara tentang kasus yang menjeratnya dan pihak yang menjadi aktor intelektualnya. Sebuah rehat setelah grasi diperoleh, bisa saja dan normal untuk dijalaninya.
Secara hukum formal, dia memang telah murni bebas dan bisa menjalani hari-harinya seperti warga negara bebas lain, momong cucu, bekerja, berpolitik, ikut pilkada, dan seterusnya. Dia bisa melupakan kasus pembunuhan itu dan berkompromi untuk ketentraman keluarganya.Â
Namun, jelas itu semua tak akan bisa membebaskan hatinya. Lupa sejenak bisa. Tetapi ketika sunyi telah tiba, pertanyaan itu pasti akan kembali mengusik dan mengusik hatinya. Dan yang pasti, Antasari bukan termasuk tipe orang yang biasa dan mau bermain amannya saja. Terlebih lagi, dia pasti tidak tega dan mau mengecewakan keluarga Nasrudin yang telah menaruh kepercayaan kepadanya untuk membongkar kasus ini hingga tuntas untuk mengetahui siapa aktor intelektual sebenarnya.
KEJANGGALAN DALAM KASUS ANTASARI AZHAR
Serangkaian proses hukum untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, telah dijalani Antasari Azhar. Dia divonis bersalah dengan hukuman 18 tahun penjara pada pada 11 Februari 2010. Upaya banding, kasasi, hingga dua kali peninjauan kembali telah diajukan Antasari dan kuasa hukumnya. Semua upaya hukum itu mental dan dia tetap dihukum 18 tahun penjara.