Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjual SARA di Tengah Kebhinekaan

6 September 2016   01:55 Diperbarui: 6 September 2016   02:18 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap manusia Indonesia yang lahir dan dibesarkan di Bumi Pertiwi ini, tidak bisa tidak pasti telah mengalami dan menikmati kebhinekaan itu. Karena, lndonesia sejak awalnya tidak pernah jadi bangsa yang homogen.

Kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di Indonesia, selalu memberi tempat bagi keberagaman. Lihat saja Majapahit misalnya, rajanya Jawa, agamanya Hindu, penasihatnya ada yang dari luar negeri, termasuk keturunan Arab beragama Islam. Rakyatnya lebih beragam lagi, baik suku maupun agamanya.

Dengan dasar itu, bisa diterima pendapat yang menyatakan orang-orang yang memaksakan pandangan hidupnya, kepercayaan, sukunya, kelompoknya, perlu dipertanyakan ke-Indonesiaannya. Orang-orang semacam itu lebih pantas tinggal di satu tempat tersendiri, dengan aturan sendiri, dengan hukum sendiri.

Entah apa ada tempat semacam itu. Yang jelas Indonesia bukanlah tempat semacam itu. Dan, hampir di seluruh permukaan bumi, Tuhan menciptakan mahluq yang berbeda-beda yang menyatu dalam harmoni keberagaman. Kita mengenal itu sebagi ayat-ayat Tuhan, yang harus kita renungkan.

Mengapa demikian? Karena Tuhan memang berkehendak demikian supaya manusia saling mengenal, membangun kebaikan dalam harmoni. Bukan sebaliknya, berbuat kerusakan, mengobarkan perbedaan dan perpecahan, kebencian. Terlebih lagi jika semua itu dilakukan dengan mengatasnamakan Tuhan.

Untaian mutu manikam keberagaman suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya di Indonesia memang anugerah tiada terkira dari Tuhan untuk kita, bangsa Indonesia. Namun, jika untaian itu dipaksa diceraiberaikan, bukan lagi keelokan yang tampak. Kekacauan, kerusuhan, yang menuntun pada kehancuran Indonesia.

Karena itulah para Founding Father, Bapak Bangsa kita, telah menggali dasar negara sebagai perekat keberagaman itu, dalam bingkai bangsa dan negara Indonesia. Kita mengenalnya sebagai Pancasila. Dia bukan agama, tapi nilai yang terkandung dalam lima silanya adalah perwujudan intisari agama itu sendiri.

Jika saat ini ada yang jualan SARA untuk memecah untaian mutu manikam kebhinekaan kita, jelas dia tidak mengenal jati diri bangsa Indonesia. Golongan semacam ini sangat tidak pantas mengaku sebagai bangsa Indonesia. Mungkin mereka telah kesasar saat tinggal dan hidup di Indonesia. Biar hukum yang mengurusnya.

Salam

*) Tulisan ini sebagai pengingat bagi mereka yang memuja kebencian ras dan agama: Indonesia bukan tempatmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun