Kita telah menerapkan standar ganda terhada para guru ini. Mereka dituntut berlaku bak dewa, yang harus digugu dan ditiru. Mereka diperlakukan bak "sabdo pandito guru", karena harus mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai keutamaan bangsa ini. Namun, begitu urusan menyangkut upah atau honor, para guru ditempatkan pada posisi yang buruk. Mereka telah didiskriminasi.
Di kota besar macam Jakarta atau Surabaya, nasib mereka lebih baik karena ketentuan UMP mereka peroleh. Di daerah lain, seperti daerah Adi Meliyati Tameno, termasuk kabupaten di Jawa, gurunya tak seberuntung itu. Kalau dirata-rata, mereka menerima honor di bawah Rp 500 ribu. Mereka harus mengambil profesi sampingan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Jadi tukang ojek, buruh cuci, jual makanan, dan lain-lain mereka lakoni.Â
Tak ada perlindungan hukum terhadap para guru honorer ini dalam urusan honor. Mereka tak bisa menggugat seperti pekerja di sektor lain. Jika pekerja pabrik diberi upah yang tak sesuai ketentuan, mereka bisa menggugat dan pengusahanya bisa dipidana. Namun jika guru honorer menerima honor yang tak layak, mereka hanya bisa pasrah. Tak sda yang bisa dipidana karena memberi honor tak layak kepada guru.
Mengubah semua guru honorer jadi pegawai negeri memang muskil dilakukan. Anggaran negara dinilai tak mencukupi untuk itu. Meski demikian, membuat aturan hukum yang menjamin kesetaraan para guru honorer untuk mendapat honor yang layak bukan hal yang muskil. Masalahnya hanya pada kemauan kita melakukannya.
Sudah waktunya kita menempatkan kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa pada tempat yang semestinya. Bangsa ini besar karena perjuangan mereka mendidik anak-anak bangsa. Presiden sudah memberi suri tauladan, mengundang para gurunya dan "sungkem" kepada mereka.Â
Namun guru juga manusia. Mereka juga lapar dan dahaga, ingin punya rumah layak walaupun sederhana. Mereka bukanlah para malaikat yang tanpa cacat dan cela. Mereka punya anak dan keluarga. Sejahterakan mereka itulah penghormatan yang sebenarnya.
Â
  Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H