duh guru
...................
Selama dua minggu ini, ada dua peristiwa yang menggugah hati, terkait guru honorer. Yang pertama, apa yang menimpa guru honorer SDN Oefafi dari Kabupaten Kupang NTT, Adi Meliyati Tameno. Yang kedua, ulah Mashudi guru honorer SMAN 1 Ketanggung Kabupaten Brebes Jawa Tengah, yang mengirim sms ancaman kasar kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yudi Chrisnandi.
Adi Meliyati Tameno guru honorer SD itu, sudah tujuh tahun mengabdi di SDN Oefafi. Selama empat tahun pertama, dia dapat honor Rp 250 ribu per bulan yang diberikan tiga bulan sekali. Tiga tahun terakhir, kepala sekolah berganti. Nah, honor yang tak seberapa itu mulai terhenti. Wajar, jika Adi yang sudah tiga tahun menunggu itu akhirnya memberanikan diri bertanya.
Adi pun berkirim sms ke bendahara sekolah menanyakan honornya. Sang bendahara yang tak bisa menjawab, meneruskan sms itu ke kepala sekolah. Dan tanggapannya sungguh luar biasa. Keesokan harinya, bukannya memberi honor, kepala sekolah langsung memecat Adi Meliyati Tameno. Tanpa rapat tanpa surat. Tak hanya itu, guru honoret SD itu juga dilaporkan ke Polres Kupang dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Mashudi guru honoret SMAN 1 Ketanggung Brebes, Jawa Tengah juga berkirim SMS. Yang dikirimi bukan kepala sekolahnya, tapi langsung Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Isinya, ucapan kasar dan ancaman kepada Pak Menteri. Tindakan nekatnya itu karena Pak Menteri dianggap ingkar janji, tak jadi memproses guru honorer jadi pegawai negeri tahun ini.
Sebagai pendidik, tindakannya mengirim sms ancaman itu sungguh tak terpuji. Rasa marah, geram, kecewa, atas janji Menteri Yudi yang tak ditepati itu bukan alasan baginya untuk berbuat seperti itu. Guru memang harus selalu berperilaku teladan, meski hidup serba paspasan bahkan kekurangan.
Dua kejadian itu bermuara pada satu hal, masalah kesejahteraan guru honorer yang terabaikan. Saat ini, hampir empat juta guru tersebar di sekolah seluruh Indonesia, 1,1 juta di antaranya adalah guru honorer. Harapan akan nasib baik menjadi PNS dan panggilan jiwa menjadi guru, membuat para guru honorer bertahan mengajar walau dengam imbalan yang minim. Kehadiran mereka seiring dengan banyaknya sekolah yang kekurangan guru.
Sepuluh Februari lalu, ribuan guru honoret yang masuk kategori K2, dari berbagai wilayah datang ke depan Istana Merdeka. Mereka ingin bertemu presiden, agar pemerintah segera mengangkat mereka menjadi PNS. Tahun lalu, ada janji menteri akan adamya pengangkatan tahun ini. Tujuh ratus ribu guru honorer sudah ikut tes, namun hasilnya tak pernah mereka ketahui.
Yang muncul malah pernyataan Menteri Yudi yang mengatakan tak adanys pengangkatan PNS bagi guru honorer tahun 2016 ini. Para guru honorer kecewa, mereka pun datang ke depan istana berharap presiden mau menemui dan tetap melakukan pengangkatan CPNS. Sayang waktu tak tersedia, Menteri Pratikno yang menemui mereka tak memuaskan mereka. Tiga hari menunggu, tak menghasilkan seperti yang diharap. Lima guru meninggal selama proses ini, karena kelelahan.
Hampir 71 tahun kita merdeka, namun penghargaan kita berikan kepada guru masih sangat kurang. Jika para pekerja di sektor lain punya standar upah minimum yang ditetapkan pemerintah, para guru honorer tak mempunyai itu. Walau mereka mengajar dengan giat, mereka harus pasrah dengan honor yang mereka terima. Tak ada tempat mengadu.