Secercah harapan kini muncul, di mana pemerintah kembali akan memfungsikan koperasi unit desa (KUD), harapan nya tentu mampu mengelola dengan baik permasalahan perekonomian di desa, termasuk khususnya mengelola ekonomi usaha pangan dipedasaan.
"Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono menyatakan pelaksanaan revitalisasi koperasi unit desa (KUD) menjadi langkah strategis dalam misi mewujudkan swasembada pangan."(Antara ; 10 Januari 2025)
Semoga ini menjawab kegelisahan petani akibat permainan harga yang menyesakkan dada karena deviasi harga yang sangat mencolok juga kendala budidaya karena tidak lancarnya ketersediaan sarana produksi pertanian (SAPROTAN).
Ada beberapa tahapan yang berkembang dalam tata kelola mata rantai usaha pangan yaitu mulai dari budidaya, pengelolaan pasca panen, penjualan serta distribusi dan pasar.
Dari kelima variable ini diharapkan secara utuh mampu dikelola oleh KUD, karena kebutuhan pengelolaan budidaya sebaiknya tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh KUD, hal ini untuk mengantisipasi gejolak dan fluktuasi harga yang tidak terkendali, KUD mesti masuk dalam kebijakan pengelolaan budidaya, pasca panen, dan daya serap pembelian hasil panen.
Setiap budidaya menjadi proyek yang disepakati antara KUD dengan petani, hal ini dilakukan mulai dengan penyusunan anggaran biaya produksi dan proyeksi rugi laba dari hasil panen agar petani memiliki panduan dan tidak tersandung-sandung dengan harapan kosong, karena terpengaruh ilusi mendapatkan hasil panen yang baik dengan harga yang bagus tetapi realitas nya jauh api daripada panggang nya, yaitu harapan mendapatkan hasil panen yang baik ternyata tidak maksimal bahkan harga jual pun jatuh terperosok, akhirnya berdampak pada beban operasional yang minus, dan petani tetap terpedaya, tentu nya hal ini sangat memilukan dan tidak kita harapkan.
Selain itu KUD pun tidak hanya cukup berperan di situ, KUD perlu dilengkapi dengan daya dukung dan kemampuan mengelola sarana proses pengolahan pasca panen dalam bentuk unit usaha yang dilengkapi dengan Rice Milling Unit (RMU) yang mumpuni agar menghasilkan produk pengolahan hasil produksi pangan yang berdaya saing tinggi terlebih untuk memenuhi standar pasar global.
Hasil dari pengelolaan unit usaha ini langsung dikirim kepada distributor utama nya yaitu Bulog melalui ketersediaan dolog disetiap kabupaten, disinilah peran Bulog diperlukan untuk mendistribusikan hasil proses pengolahan pangan kepada pasar-pasar pengguna, baik itu untuk kebutuhan pasar domestik maupun pasar ekspor.
Peran distribusi menuju pasar eksport dan domestik ini bisa dilakukan dengan keterlibatan langsung Pemerintah maupun melibatkan dan atau memberikan keleluasaan kepada para pihak swasta untuk ikut andil berperan menjadi supplier ke masing-masing pasar pengguna produk hasil pengolahan pangan, khususnya untuk kebutuhan eksport.
Namun demikian pemerintah harus tetap waspada karena jurus mabok para tengkulak akan keluar untuk menempatkan diri sebagai juru selamat baru dangan jiwa seakan-akan menjadi pahlawan yaitu dengan cara meningkatkan nilai harga beli kepada petani.