Praktisi hukum Laode M Syarif mengatakan, " yang menyebabkan perusahaan plat merah merugi dan berutang adalah terjadinya dugaan mark up pembelian pesawat." Syarif mencontohkan dugaan mark up di Garuda terjadi saat pembelian mesin pesawat dari perusahaan asal Inggris, Rolls-Royce yang sangat merugikan negara.
Dugaan mark up sering sekali terjadi di perusahaan plat merah Garuda Indonesia. Apalagi sekarang ini, Garuda Indonesia juga sedang menghadapi utang yang banyak. Sejumlah praktisi hukum pun angkat bicara, jangan sampai persoalan utang Garuda Indonesia ini mengunakan uang rakyat untuk membayarnya.
Syarif juga menambahkan, "Kenapa Garuda Indonesia merugi terus? Contoh kasus, harga satu pesawat Rolls-Royce itu misalnya 100 ribu, tapi apa yang terjadi, "saya enggak dapat apa-apa, lu naikin deh 110 ribu, tapi nanti 10 ribunya kamu kirim ke rekening saya ya." Ujar Syarif
Selain itu pertikaian manajemen sebelumnya antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya juga ikut menambah polemik utang Garuda Indonesia. Dari pihak Garuda Indonesia menyatakan bahwa Sriwijaya memiliki utang. Beban yang harus dibayarkan oleh perusahaan penerbangan Sriwijaya milik Chandra Lie kepada Garuda Indonesia sebesar US$ 118,79 juta atau setara dengan Rp 1,66 triliun. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari akhir Desember 2019 yang senilai US$ 55,39 juta (Rp 775,55 miliar). Dan ternyata, kewajiban Sriwijaya tak hanya menunggak ke Garuda Indonesia dan anak usahanya, namun juga terjadi pada beberapa BUMN lainnya.
Sebelumnya pada Juli 2018, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melaporkan masih mencatatkan kerugian US$116,85 juta sepanjang paruh pertama tahun ini, atau menyusut 58,55 persen dari angka kerugian yang diderita perusahaan pada periode yang sama tahun 2017 US$281,92 juta.
Manajemen Garuda Indonesia pun sekarang akan menghimpun dana untuk memperpanjang profil jatuh tempo utang perusahaan, sebagai langkah penyelamatan Garuda Indonesia. (Plt) Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal menyebut perusahaan akan menerbitkan obligasi global (global bond) pada kuartal I 2020. Perolehan dana dari aksi korporasi itu rencananya digunakan untuk membayar utang jatuh tempo perusahaan.
Kita semua masih menunggu tindak tanduk yang akan dilakukan oleh (Plt) Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal ini. Namun demikian, dari pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai pihak yang memiliki kemapuan dan kewenangan untuk menyelidiki alur akuntabilitas dan pergerakan saham Garuda Indonesia juga sangat ditunggu hasil investigasinya.
Seperti yang dilakukan OJK sebelumnya, OJK memberi sanksi kepada Garuda Indonesia karena menyajikan laporan keuangan Tahun Buku 2018 yang tidak sesuai standar akuntansi. Restatement laporan keuangan maskapai Garuda Indonesia diminta berdasarkan Surat OJK Nomor. S-12\PM.1\2019 perihal sanksi Administratif atas Pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tertanggal 28 juni 2019. Dalam materi public expose informasi BEI, maskapai Garuda Indonesia ternyata merugi USD 175 juta atau sekitar Rp2,4 triliun.
Tidak hanya invetigasi dari OJK, KPK sebagai lembaga yang memiliki kemampuan untuk mengkaji praktek korupsi pun dituntut peran aktifnya. Seperti pengusutan dugaan suap yang sedang berlangsung hari ini. Keterlibatkan mantan Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Resiko, Judi Rifajantoro terhadap tersangka Hadinoto Soedigno Direktur Teknik dan Pengelolaan armada menjadi sorotan media masa. Dugaan suap terkait pengadaan pesawat sebesar 2,3 juta USD dan 477 ribu EURO.
Dajon Gunawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H