[caption id="attachment_411670" align="aligncenter" width="300" caption="Vormula"][/caption]
Tatar Bandung termasuk yang belakangan dalam sosialisasi pohon daun afrika di Indonesia. Meski pun bukan yang pertama menancapkan stek bibit daun afrika di Bandung, mungkin saya yang paling intensif menggali informasi, mendalami komunikasi dan edukasi, serta melakukan pengembangan produk berbasis daun afrika.
Bandung Raya bisa menjadi kawasan ideal pengembangan tumbuhan asal afrika ini. Kebanyakan orang berpikir bahwa tanaman ini cocok di tempat panas, dataran rendah. Yang terpikir soal afrika adalah daerah panas yang bikin gosong. Padahal di afrika ada puncak gunung dengan es abadi.
Mengapa Tatar Bandung penting bagi usaha tani pohon daun afrika?
- Di habitat aslinya pohon daun afrika ini tumbuh pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl. Bandung kota hanya plus minus 700 m dpl, sesungguhnya masih kurang ideal. Di halaman saya, perdu berkayu ini mampu berbunga, waktunya di sekitar akhir tahun, tetapi gagal berbuah. Bunga-bunga mengering setelah semerbak sejenak. Di tempat yang rendah, seperti Jakarta dan Tangerang serta Medan, hampir semua pemilik pohon, tidak pernah melihat pohon daun afrika miliknya berbunga. Wangi bunga berwarna putih ini mirip melati tetapi lebih lembut dan kurang merebak. Jika mendapatkan lahan ideal, pohon daun afrika ini akan berbuah, dan orang akan berebut mencoba khasiat afrodisiak, obat kuat, gitu.
[caption id="attachment_411661" align="aligncenter" width="300" caption="bunga pohon daun afrika, putih dan wangi mirip melati"]
1429659871758032682 - Bandung tempat bercokol beberapa perguruan tinggi yang memiliki kompetensi terkait pengembangan produk dan produksi. Ada ITB yang merupakan perintis pendidikan sains di Indonesia; ada Unpad yang fakultas farmasinya cukup eksis dalam menghasilkan formula obat herbal terstandar; ada Unpas yang bidang teknologi pangannya cukup menonjol.
- Pada level perdagangan, di Bandung juga banyak toko herbal dan jamu yang telah lahir dan tumbuh puluhan tahun, masing-masing memiliki pelanggan yang bejibun, tidak hanya warga kota, tetapi datang dari luar kota. Salasatu yang terkenal, sudah tumbuh 3 generasi, adalah toko bahan jamu Babah Kuya. Keberadaan toko-toko besar ini mempermudah akses kepada para pengobat alternatif atau pengguna langsung.
- Komunitas kreatif sudah menjadi ciri unggul Bandung, utamanya dalam sektor kuliner, makanan dan minuman. Daun afrika membutuhkan "darah segar" ide dan gagasan pemanfaatan. Daunnya yang amat pahit ini sering menjadi kendala, sekalipun bagi mereka yang benar-benar ingin sembuh dari penyakit. Mungkin merupakan potensi bisnis bisa menyajikan daun afrika dalam menu sup atau minuman hangat yang nikmat.
Sekarang ini produk berbahan baku daun afrika sudah mulai diterima masyarakat. Pada umumnya masih sederhana dalam bentuk teh herbal. Para produsen dan pedagang mulai menggeliat di Medan, Batam, Jakarta, dan Jawa Barat. Di Amerika Serikat pun, produk yang mampu dimasyarakatkan baru bentuk teh herbal ini.
Daun afrika ini masih luas kemungkinan pengembangan produk. Selain teh herbal, baik dengan simplisia segar (saya lebih suka), maupun pun kering, telah dicoba memroduksi sabun muka dengan kandungan virgin coconut oil dan ekstrak daun afrika. Beberapa teman dekat yang mencobanya, melaporkan kesan positif atas produk ini. Umumnya melaporkan baik untuk mengatasi jerawat.
[caption id="attachment_411666" align="aligncenter" width="300" caption="daun afrika dan sabun prototipe"]
Selain itu, bagi yang tidak suka rasa pahit daun segarnya jika dilalab, atau tidak bisa menikmati aroma teh herbalnya yang menyengat, saya mencoba melakukan inovasi produksi teh herbal difermentasi. Yang mutakhir, ada penemuan baru ekstrak Vernonia amygdalina ini, yang rasanya tidak terlalu pahit, aromanya lebih lembut, dan warnanya eksotik. Biasanya teh herbal warnanya kuning termasuk teh daun afrika, tetapi penemuan baru, yang sedang dalam proses pendaftaran HaKI, warnanya hijau zambrut. Gambarnya terpambang di awal tulisan (di atas).
Setelah koran bersirkulasi  terbesar di Jawa Barat, harian Pikiran Rakyat, menerbitkan artikel tentang daun afrika, puluhan deringan menyapa ponsel saya. Kebanyakan menyatakan ingin memiliki tanaman asal afrika tersebut. Sebagian lagi tidak mau repot-repot menanam, atau karena ketiadaan lahan yang memadai, mereka menanyakan harga helaian daun afrika.
[caption id="attachment_412495" align="aligncenter" width="300" caption="Daun Afrika Di Media Massa"]
Saya pun panik, pastinya bersama sukacita; sukacita yang panik. Upaya KIE (komunikasi-informasi-edukasi) yang saya lakukan ternyata menarik perhatian khalayak. Panik karena banyak sekali desakan kebutuhan akan daun afrika tersebut, sedangkan saya tidak memiliki kebun yang luas.
Untuk memenuhi permintaan dadakan ini saya mencoba browsing mencari pedagang daun afrika. Minta ampun, ternyata harganya mahal sekali, nyaris seribu perak (Rp1.000) per helai. Biasanya dijual dalam paket jumlah tertentu, misalnya Rp50 ribu untuk 60 helai daun afrika segar, atau Rp100 ribu untuk 60 helai daun afrika kering.