Permasalahan logistik muncul saat konsentrasi penduduk dan sentra pangan tidak sama. Tingginya biaya logistik menyebabkan harga pangan menjadi mahal dan memperburuk ketahanan pangan nasional serta ketimpangan kesejahteraan antardaerah.
- Rumah Tangga Petani (RTP) Berkurang
Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) menunjukkan, jumlah rumah tangga petani pada 2013 tercatat 26,14 juta rumah tanggapetani (RTP) atau terjadi penurunan sebanyak 5,04 juta RTP dari 31,17 juta RTP pada 2003. Laju penurunan 1,75 persen atau lebih dari 500 ribu rumah tangga per tahun perlu diinterpretasikan secara hati-hati. Pada ST2013, RTP didefinisikan sebagai “rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, maupun milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian”.
Apabila penurunan jumlah RTP berhubungan dengan meningkatnya jumlah rumah tangga yang bekerja di sektor industri dan jasa --- yang juga ditunjukkan oleh meningkatnya pangsa sektor industri dan jasa dalam perekonomian atau dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia--- tentu fenomena tersebut merupakan proses alamiah dari pembangunan ekonomi.
Jumlah petani gurem terbanyak berada di Pulau Jawa, yaitu 10,2 juta rumah tangga, disusul Sumatera 1,8 juta rumah tangga petani, serta Bali dan Nusa Tenggara sebesar 900 ribu rumah tangga petani. Petani gurem di Sulawesi dan Kalimantan tercatat cukup kecil, yaitu masing-masing 640 ribu dan 280 ribu rumah tangga. Sekadar catatan, interpretasi terhadap jumlah petani gurem dapat bermacam-macam, tergantung pada sudut pandang yang diambil. Tapi, hal yang hampir pasti adalah bahwa karena sebagian besar petani gurem itu berada di Jawa (70 persen), hanya 30 persen dari seluruh petani di Jawa yang dapat dikatakan berkecukupan dan tidak terjerat kemiskinan.
Apabila terdapat ancaman penurunan produksi dan produktivitas pangan umumnya pertanian karena faktor perubahan iklim, gagal panen, bencana alam, atau persoalan teknis budidaya, para petani gurem di Jawa ini akan rentan sekali menjadi miskin.
Hasil ST2013 juga menunjukkan peningkatan jumlah perusahaan pertanian selama 10 tahun terakhir, yang tentu memiliki konsekuensi yang tidak kalah rumit. Jumlah RTP dan perusahaan pertanian di Jawa semakin berkurang, sedangkan di luar Jawa justru semakin bertambah.
Penjelasan yang paling rasional terhadap fenomena tersebut salah satunya karena adanya peningkatan jumlah dan areal perusahaan perkebunan secara besar-besaran selama 10 tahun terakhir, terutama kelapa sawit. Areal perkebunan besar kelapa sawit yang telah mencapai 9 juta hektare pada 2013, pada satu sisi, mungkin perlu diapresiasi.
Tapi pada sisi lain, penurunan luas areal petani kecil kelapa sawit menjadi hanya sekitar 41 persen, sementara perkebunan besar mencapai 59 persen. Sedangkan proses alih fungsi lahan sawah menjadi kegunaan lain mencapai 100 ribu hektare per tahun, terutama di Jawa. Ini tentu merupakan fenomena serius yang harus segera diselesaikan.
Secara makro, kondisi ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan bahwa 34 persen pekerja bekerja di sektor pertanian. Sementara itu, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia hanya sekitar 15 persen. Ini menunjukkan, sektor pertanian menanggung beban tenaga kerja yang terlalu berat, sehingga produktivitas dan pendapatan petani menjadi rendah (lihat penjelasan pada sub-bab Transformasi Struktural berikut).
Hal ini menjadi salah satu sebab tidak tertariknya generasi muda untuk masuk dan bekerja di sektor pertanian. Belum lagi fakta bahwa sekitar 72 persen pekerja di sektor pertanian hanya berpendidikan sekolah dasar (SD) ke bawah.
- Konversi Lahan Tinggi
Laju konversi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektare per tahun, sementara pencetakan sawah baru hanya mencapai 50 ribu hektare per tahun. Tingkat kebutuhan lahan untuk perumahan dan industri sangat cepat karena pertumbuhan penduduk yang meningkat kembali dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan penduduk berkontribusi pada konversi lahan sawah sebesar 141 ribu hektare dalam tiga tahun pada periode 1999-2002 (Departemen Pertanian, 2005).