Berpetualang dengan Pengembara Kazakh Terakhir di Xinjiang Tiongkok
 Jelajahi keindahan alam dan kekayaan budaya Xinjiang, Cina, melalui sudut pandang pengembara Kazakh terakhir.
Angin berhembus kencang menyapu dataran tinggi yang luas, di mana kafilah domba dan tiga penunggang kuda berbentuk huruf S muncul dari dalam kabut. Mereka adalah keluarga pengembara Kazakh, salah satu dari sedikit yang tersisa di Xinjiang, provinsi yang lebih besar dari Alaska dan rumah bagi banyak kelompok etnis. Keluarga ini sedang dalam perjalanan, membawa bangku oranye, karpet wol, tiang, dan potongan-potongan kain dari yurt mereka, tenda bundar yang telah melindungi mereka selama beberapa generasi.
Sang ayah, Tarik, menyambut kami dengan senyuman, sementara istri dan anak bungsunya memandang dengan malu-malu. Dia memberi tahu kami bahwa mereka sedang menuju ke padang penggembalaan musim semi dan musim panas, di mana mereka berharap dapat berkumpul kembali dengan lima anak mereka yang lain yang sedang bersekolah. Dia mengatakan bahwa 120 ekor ternaknya akan melahirkan di tempat terdekat, dan dia harus bergegas sebelum cuaca berubah. Dia berbicara dalam bahasa aslinya, bahasa Turki, yang hanya bisa kami pahami melalui dua penerjemah satu untuk bahasa Inggris dan Mandarin, dan satu lagi untuk bahasa Mandarin dan Kazakh.
Saat kami mengobrol, kami melihat tanda-tanda modernitas di kejauhan - jalan beraspal, dua jip, dan deretan tiang listrik. Masyarakat Tarik hidup di masa lalu, mengikuti ritme alam dan hewan-hewan mereka. Namun, cara hidup mereka terancam. China telah mencoba untuk "Membuka Barat" untuk pembangunan ekonomi sejak tahun 2003, dan telah menerapkan kebijakan untuk mencegah penggembalaan nomaden dan mendorong pertanian menetap. Beberapa kerabat Tarik telah meninggalkan Xinjiang menuju negara lain, seperti Turki atau Jerman, untuk mencari kesempatan yang lebih baik atau menghindari penganiayaan.
Kami mengucapkan selamat tinggal pada Tarik dan keluarganya, yang kembali ke padang gurun. Kami bertanya-tanya berapa lama mereka dapat mempertahankan tradisi mereka di dunia yang terus berubah. Kami merasa beruntung telah menyaksikan pekik terakhir dari sebuah budaya yang sedang sekarat.
Sekilas tentang Xinjiang, Perbatasan Tiongkok yang Diperebutkan
Selama beberapa dekade, Xinjiang, wilayah luas yang berbatasan dengan delapan negara, merupakan wilayah yang tertutup karena lokasinya yang strategis di sepanjang perbatasan Tiongkok-Soviet yang tegang. Namun, ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, tirai besi pun tersingkap, dan Xinjiang pun membuka pintunya untuk dunia luar. Fotografer dan rekannya mengambil kesempatan ini dan memulai perjalanan selama berbulan-bulan melintasi lanskap dan budaya Xinjiang yang beragam, mengabadikan wajah kuno dan modernnya, suka dan dukanya, harapan dan ketakutannya.