Nenden Terpaksa Pindah Sekolah
Menjadi anak dari kedua orang tua yang hidup dalam keluarga harmonis dan berkecukupan tentulah indah dan membahagiakan. Semua pasti ingin hidup di tengah keluarga bahagia, namun kehidupan tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Bagi sebagian anak yang dilahirkan dari kedua orang tua yang bermasalah tentu menjadi cobaan dan derita yang mendatangkan kesedihan. Nenden salah satu dari sekian banyak anak yang lahir, hidup dan dibesarkan dari pasangan muda yang sebenarnya belum cukup mental untuk membangun mahligai rumah tangga dengan segala dinamikanya. Dalam rumah tangga pasangan suami istri membutuhkan kesabaran dan kedewasaan dalam menghadapi pemasalah yang terjadi.  Meski demikian Nenden berusaha tegar di hadapan teman-temannya dan menunjukan  bahwa dirinya baik-baik saja.
Nenden bocah kecil yang berusia 10 tahun itu berperawakan kurus dengan tingginya standar, punya sifat periang, mau berteman dengan siapa saja tanpa pilih-pilih. Pembawaannya mudah bergaul dan sepintas ia tak punya masalah di keluarganya.  Kisah ini terjadi tahun 2007 saat aku menjadi guru wali kelas lima  di SDIT Al Izzah Kota Serang. Awal pembelajaran di bulan Juli 2007 tentu aku tak mengetahui, siapa Nenden.  Yang ku kenal ia adalah murid perempuan di kelasku  yang sering ijin tidak masuk sekolah. Jelang  Penilaian Tengah Semester (PTS) ganjil, saat aku membagikan kartu peserta kepada murid-murid, kartu Nenden tidak ada, untunglah anak itu tidak masuk, gumamku dalam pikiran.
Andaikan Nenden masuk pasti dia sedih tak mendapatkan kartu PTS, aku menghadap ke bagian Tata Usaha yang bertanggung jawab membuat  kartu PTS, menanyakan bahwa 1 murid di kelasku bernama Nenden kartunya tidak ada, apa terlewat belum dibuatkan?. Dengan senyum, pak Bustomi menjelaskan bahwa semuanya tak ada yang terlewat.  Namun untuk Nenden, sampaikan saja ke anaknya nanti mamahnya yang akan mengambil ke TU.
Sambil berniat pamit saya bertanya kepada pak Bustomi, kenapa harus diambil mamahnya tidak seperti murid lainnya?. "Hehehe.. karena masih ada tunggakan SPP pak guru, insya Allah mamahnya Nenden faham karena sudah biasa sejak kelas dua. Demikian penjelasan dari pak Bustomi dari bagian Tata Usaha. Â Sebagai guru baru di SDIT Al Izzah tentu aku bertanya dalam hati : "kirain yang sekolah ke sekolah mahal adalah orang yang kaya dan tak masalah dengan keuangan". Â Baiklah aku jadi punya info baru bahwa tak semua muridku lancar dalam masalah bayar SPP. Aku kembal ke kelas dan melanjutkan aktifitas mengajar. Â
Beres ulangan PTS dan hari jum'at sahari sebelum pembagian rapot bayangan (rapot PTS), ada rapat kordinasi. Bagan Tata usaha sekolah menyebutkan nama-nama murid dari tiap level kelas yang rapotnya diminta diserahkan ke TU, karena alasan belum lunas administrasi pembayaran. Rapor Nenden tak diambil mamahnya bahkan hingga PTS semester 2 dan akan ulangan semester genap. Merasa penasaran, aku bertanya " apa yang harus dilakukan saya sebagai wali kelasnya Nenden, agar masalah murid yang punya tunggakan tersebut bisa selesai?". Â Bukannya mendapat jawaban yang solutif, malah ada rekan guru bidang studi yang menyela bicara : " ah Nenden mah dari kelas 1 juga memang naiknya bersyarat".
Syaratnya supaya tunggakannya dibereskan, namun malah makin besar, coba saja kalau Pak Damar sebagai wali kelasnya di kelas 5 ini mau, lakukan home visite. Demikian saran salah satu mantan wali kelas Nenden saat kelas 2. Â Mendengar saran tersebut, aku segera menghubungi nomor mamah Nenden via SMS maklum tahun 2007 belum marak WA, aku memperkenalkan diri dan menjelaskan maksudku menghubunginya. Untuk silaturahmi dan saling bertukar pandangan bagaimana agar Nenden bisa lebih bagus prestasi belajarnya.
Mendapatkan info bahwa aku akan home visit, jawaban Mama Nenden muter -- muter ada saja alasan supaya saya tak datang ke rumahnya. Mulai alasan rumahnya kosong, Nenden di rumah neneknya, suami tak pulang tiap hari, dan mamahnya lagi kuliah. Semua dijadikan alasan supaya saya tak perlu melakukan home visite.
Jangan sebut aku Mr. Damar alias Dail Ma'ruf jika tak bisa menemukan rumah Mamahnya Nenden dan bertemu dengannya. Berbekal alamat lengkap orang tua Nenden yang ada di Rapor, langsung saja aku sambangi alamatnya. Setelah ketemu, rumah yang dituju, tampak sepi seakan tak berpenghuni bahkan lampu terasnya menyala. Â Â Â Â Karena lama menunggu hampir 1 jam, aku langsung mampir ke warung yang tak jauh dari rumah mamahnya Nenden. Pesan minum dan menikmati pisnag goring hangat, aku coba gali info tentang mamah Nenden yang rumahnya seperti kosong. Aku bertanya pada ibu warung : " Bu rumah yang lampu terasnya menyala itu rumah Nenden bukan?".
" Iya pak itu rumah Nenden, tapi ...".