(gambar : www.google.com)
Siang itu, di antara bising ibukota.
tepat di antara labilnya desir nafasku,
kau pernah menulis sebuah sajak.
Yang olehmu kau coba bawa aku memecah matahari
tanpa kau tahu aku harus menahan perih!
###
Pernah kau tulis sebuah sajak
yang dalam pandanganmu,
aku bukan kau,
dan kau bukan aku
Seperti menghilang terhapus logika.
dalam remah luka
dan aku
lelah
###
Padamu,
aku hanya berharap setitik cahaya.
untuk masa yg masih pengap
di antara hujan dan rapihnya barisan luka
yang masih sedikit terasa perih.
###
Masih ingat dalam benakku
tentang catatan-catatan kelam yang kubaca
tentang ajakan hati yang tak lagi mengait.
mencoba memisahkan jarak akan entah.
menanti hingga malam, hingga tertidur lelap.
semua telah kujaga dengan rapih, di sini.
begitu erat.
###
Sudahlah…. ini harapku!
tak usah kau merasa lebih puas.
aku merelakan nafasmu yang tak lagi menjelma
seperti pelangi.
Bukankah telah jelas apa inginku?
Aku hanya ingin berdiri, di sini, di pinggiran senja.
bahkan, “tiga kata” indah yang belum sempat terucap
telah terkunci di bibir. rapat…
masihkah tak terbaca olehmu??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H