Saya berasal dari pulau Buaya maka saya akan menceritakan  artikel saya tentang pulau Buaya. Pulau Buaya adalah desa yang terdapat di Alor, yang termasuk salah satu desa yang terdapat di kecamatan Alor Barat Laut, kabupaten Alor, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pulau Buaya adalah pulau yang berbentuk unik sehingga para wisatawan sering mengunjungi pulau Buaya. Tidak ada binatang buas ataupun buaya yang terdapat di kampung saya, seluruh penduduk mayoritas beragama Islam (muslim).Â
Pulau yang mendapat namanya karena konturnya yang mirip buaya, jika di lihat dari perairan jauh. Konon ,bentuk buaya itu tetap terlihat dari segala penjuru mata angin. Seperti halnya di pulau-pulau kecil lainnya di Indonesia, pulau Buaya juga mengalami keterbatasan pasokan air dan listrik. Khusus listrik, penduduk pulau Buaya mengandalkan panel surya.Â
Listrik hanya hidup sejak petang hingga tengah malam. Akan tetapi, sinyal seluler dari operator telekomunikasi plat merah sudah menjangkau pulau ini. Gapura utama desa pulau Buaya, kecamatan Alor Barat Laut, yang berdekatan dengan mesjid satu-satunya di pulau yang di huni oleh sekitar 300 kepala keluarga. Selain mesjid, fasilitas publik lainnya adalah dua sekolah madrasah hingga jenjang MTS (madrasa tsanawiyah).Â
Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, anak-anak harus menyebrang ke pulau Alor atau merantau ke pondok pesantren di pulau Jawa. Bagian dalam rumah besar keturunan suku umat Ukang dan 7 suku lainnya beralaskan semen. Penghuninya lebih nyaman tanpa menggunakan alas kaki. Di ujung barat kampung, terdapat bangunan yang berusia 14 tahun yang sejak awal di peruntukkan sebagai tempat penyulingan air laut menjadi air tawar.Â
Namun karena tidak ada pemeliharaan, peralatan di dalamnya berkarat dan tidak bisa di pakai lagi. Karena rusaknya penyulingan, sampai saat ini warga pulau Buaya masih mengandalkan air tawar dari pesisir darmaga Baolang.Â
Jaraknya sekitar 10-15 menit dengan perahu, caranya unik yaitu dengan mengeruk pasir dan kelikir lalu membuat gundukan agar tidak tercampur air laut. Akan di temukan genangan air yang bening dan tentu saja tawar.warga pulau buaya menampugnya dalam jerigen dan tong yang berukuran besar, selain itu,warga juga berharap pada hujan.
Pulau Buaya termasuk penghasil kain tenun terbaik di Alor, selain pulau tetangganya, pulau Pura dan pulau Ternate mereka menenun sejak pagi di depan rumah dengan alat tenun tradisional.Â
Sebagian penenun masih mempertahankan bahan baku dan pewarna alami, sebagian sudah menggunakan benang jadi dan pewarnaan sintetis. Harganya beragam, tergantung motif, bahan baku, dan kerumitan proses pembuatannya. Selendang di jual dengan harga mulai Rp.30-60 ribu, sedangkan sarung harganya mulai dari Rp.150-500 ribu. Kambing adalah hewan ternak paling dominan selain ayam di kampung saya ini.saat musing kemarau, kambing sering di lepasliarkanpemiliknya untuk merumput din lading atau di kebun.
Saat musim penghujan, kambing akan di ikat kembali atau di ambil kembali dan dilepas kan ke kandang. Selain ternak kambing, penduduk pulau juga bercocok tanam berupa jagung, kacang hijau, dan kacang merah. Umumnya, pekerjaan beternak dan bertani di lakukan perempuan dan para ibu ibu selain menenun.sebagian besar penduduk pria, mulai dari remaja hingga orang tua berprofesi sebagai nelayan dan pencari teripang.Â
Tetapi tidak seluruhnya dan sepenuhnya mencari penghidupan dari laut. Jamman Iskandar, dan ayah saya sendiri Syahbudin adalah keahlian dalam tukang kayu dan bangunan. Sisi selatan pulau Buaya adalah pesisir dengan kondisi perairan yang lebih tenang, karena terlindung oleh pulau Ternate. Karena itulah permukiman dan perahu-perahu bersandar di sana.Â