Mohon tunggu...
M. Alvin Nur Choironi (Zian)
M. Alvin Nur Choironi (Zian) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih belajar dan ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berhaji Sosial

14 Oktober 2013   14:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:33 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memang tidak lengkap rasanya jika keislaman kita tidak disempurnakan dengan ibadah haji ke baitullah. Namun kita harus menyadari bahwa keistimewaan yang diberikan kepada manusia berbeda-beda. Tidak semua orang islam bisa dengan lancar berkehendak dan berhasil berangkat ke baitullah untuk melaksanakan ibadah haji. Banyak orang yang memiliki keinginan kuat namun kondisi mereka tidak mendukung, Entah dari segi financial ataupun dari segi kesehatan. Tapi disisi lain dengan keadaan yang berbanding seratus delapan puluh derajat, sebagian orang dari kalangan beruang begitu bangganya menagendakan keberangkatan hajinya setiap lima tahun sekali. Dengan dalih bahwa haji tersebut (Haji tiap lima tahun sekali) adalah sebuah anjuran yang didasari dengan sabda rasulullah yang berbunyi; “Inna ‘abdan ashahtu lahu jismahu wa wassa’tu alaihi fi rizqihi lam yafid ilayya fi kulli khomsati a’wamin lamahrumun (wa fi riwayatinarba’ati a’wamin)”

Dalam beberapa diskusi yang penulis laksanakan bersama teman-teman penulis tentang hadits ini, penulis bersama teman-teman menemukan banyak hal yang menjadikan penulis kurang sreggdengan hadits diatas. Jika kita tinjau hadits diatas dalam segi sanadnya, hadits diatas memiliki tiga jalur periwayatan. Pertama, dari jalur Abu Said al-Hudry diriwayatkan oleh Imam at-Thabrany dalam kitabnya Mu’jam al-Awsath, Ibnu hibban dalam shohihnya, Ibnu ‘ady dalam al-Kamil fi ad-Dhu’afa dan masih ada beberapa lagi ulama’ hadits yang meriwayatkan dari jalur ini. Kedua, dari jalur Abu Hurairah diriwayatkan oleh Al-Faqihi dalam Akbar Makkah, al-‘uqaili dalam ad-Dhu’afa dan Ibnu ‘asyaqir dalam Tarikh Dimasyq. Ketiga, dari jalur Khabbab bin Al-‘arat diriwayatkan oleh Abu Ya’la tanpa disebutkan sanadnya.

Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari diskusi tersebut adalah ada beberapa rawi dalam sanadnya yang masih diperselisihkan. Pertama adalah al-‘ala bin al-Musayyab yang diperselisihkan (ukhtulifa fih al-a’la’) oleh Ibnu Hajar al-asyqolani dalam al-Matholib al-‘aliyah-nya Berikutnya adalah Khalf bin Khalifah dalam riwayat Abu Said al-Khudri. Beliau adalah orang semakin melemah ingatannya seiring bertambahnya usia (Ikhtalatha/taghoyyar fi al-akhir). Selanjutnya adalah Shadaqah bin Yazid al-Khurasany. Imam al-Bukhory dan Ibn ‘Ady menilai bahwa hadisnya munkar (munkarul hadis). Ibnu hibban berkata Hadisnya tidak boleh diamalkan. Al-Minawi menyimpulkan bahwa dampak hadis tersebut tidak baik (‘atsaruhu Ghoiru Jayyid). Hingga penulis bisa menyimpulkan bahwa paling notok mengamalkan hadist tersebut adalah sunnah. Tidak sampai wajib.

Bisa kita lihat berapa banyak masyarakat indonesia yang sudah berhaji, namun masih saja tetap mendaftarkan dirinnya agar bisa berhaji kembali di tahun selanjutnya. Hal inilah yang menjadikan melonjaknya antrian jama’ah haji karena jumlahnya meluber melebihi kuota yang telah disediakan oleh pihak negara Saudi. Hal ini berdampak pada masyarakat yang baru saja akan menunaikan hajinya yang pertama kali menjadi terkatung-katung karena harus menunggu sepuluh sampai tiga belas tahun lamanya.

Di sisi lain, masyarakat yang bisa dikatakan tidak memenuhi standar kehidupan masih saja sengsara dalam keadaannya. Yang tidak bisa makan masih saja tidak bisa makan. Anak-anak yatim masih banyak yang terlantar.

Jika kita tinjau secara historis. Fakta yang terjadi pada Nabi Muhammad berbeda jauh dengan keadaan tersebut. Bisa kita kroscek bersama-sama dalam sirah an-Nabawy, semenjak ibadah haji diwajibkan pada tahun 6 H, Rasullah hanya melaksanakan ibadah haji satu kali yaitu pada tahun 10 H. Sedangkan dalam ibadah umroh, Nabi hanya melakukan umroh sunnah tiga kali dan umroh wajib satu kali. Itupun (umroh wajib) dilaksanakan bersamaan dengan haji pada 10 H. Jika kita lihat priodesasi historis, Nabi sebenarnya memiliki banyak kesempatan untuk melaksanakan haji berkali-kali dan umroh berates-ratus kali. Namun Nabi tidak pernah mencontokan Haji berulang-ulang walaupun kesempatan beliau terbuka lebar. Apa yang dilakukan Nabi? Nabi lebih suka beribadah sosial; menyantuni anak yatim, menolong para janda-janda miskin, menginfakkan hartanya untuk jihad fi sabilillah. Seperti inilah yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw kepada ummatnya.

Jika kita klasifikasi secara herarki berdasarkan tingkat kesulitannya, haji adalah salah satu ibadah tersulit dan rentan sekali gagal. Gagal yang penulis maksud dalam hal ini adalah mardud alias haji tersebut tidak mabrur. Karena orang yang mendapatkan pahala dalam haji adalah ketika orang tersebut mabrur. Baru orang tersebut akan mendapatkan balasan atas ibadah haji yang telah ia lakukan (al-hajju al-mabruru laisa lahu jaza’aun illa al-jannah). karena melihat sebab orang yang berhaji itu menjadi mardud adalah sangat variatif. Bisa karena orang tersebut salah niat, tidak mengerjakan rukun dan syaratnya bahkan kemurnian harta yang dia pakai sebagai modalpun menjadi salah satu sebab kemardudan haji.

Sebenarnya ada ibadah yang lebih mudah daripada ibadah haji, yaitu ibadah sosial. Salah satunya adalah menyantuni anak yatim. Sebagaimana yang telah disabdakan nabi muhammad Saw. “ana wa kaafilul yatim hakadza (seraya mensejajarkan kedua jari tangannya, yaitu jari telunjuk dan jari tengah”.

Kemudian ibadah selanjutnya yang lebih mudah adalah menyantuni fakir miskin dan para janda. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim: “As-Sa’iy ala al-armalati wal miskini kal mujahidi fi sabilillah aw al-qoimi al-laila as-shoimi an-naharo”.

Sebenarnya apa keunggulan dari ibadah sosial tersebut sehingga dikatakan lebih mudah dan lebih baik dari ibadah haji (Haji ulang)? Seperti apa yang kami uraikan diatas, Jika seorang mau ibadah haji mereka di beri pahala surga oleh Allah maka orang ttersebut harus menjadi haji yang mabrur. Dan ketika seudah menjadi haji yang mabrur, kita tidak tahu surga manakah yang akan ditempati oleh si haji mabrur tadi, karena Al-qur’an dan hadis tidak menyebutkan secara rinci tentang surga yang akan ditempati oleh mabrurin. Akan tetapi jika menyantuni anak yatim, Nabi Muhammad akan menjanjikan bagi si penyantun anak yatim tersebut akan selalu bersama Nabi di surga. Bahkan sakin dekatnya, nabi mengibaratkan dengan dua jarinya yang berdempetan. Sekarang kita beranalogi; Surga yang akan ditempati nabi muhammad nantinya bukan tidak mungkin surga yang paling tinggi derajatnya diantara surga-surga yang lain. Sedangkan kaafilul yatim secara otomatis akan bersama Nabi menempati surga tersebut, karena Nabi sendiri yang telah menjanjikan.

Adapun menyantuni fakir miskin dan janda, Nabi Muhammad mensejajarkanya dengan mujahidiin fi sabilillah serta orang yang puasa di siang hari dan beribadah malam hari. Sedangkan dalam bagian amal yang paling afdhol menurut nabi, jihad fi sabilillah menempati urutan kedua setelah iman kepada Allah Swt dan Rasulnya. Baru disusul amal paling afdhol yang terakhir adalah Haji yang mabrur. Secara otomatis dari redaksi tersebut kita bisa simpulkan bahwa menyantuni fakir miskin dan para janda adalah lebih utama daripada haji.

Sekali lagi yang kami tekankan dalam hal ini adalah haji ulang. Bukan haji permulaan. Karena sudah menjadi konsesus ulama’ bahwa haji pertama adalah wajib. Itupun bagi yang mampu. Baik secara fisik maupun finansial.

Kita tidak menyadari bahwa secara substansi, islam lebih mengedepankan asas sosialisme daripada individualisme. Hal inilah yang seharusnya membuat kita lebih sadar dan lebih terbuka dengan kehidupan bermasyarakat dan bersosial.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun