Mohon tunggu...
M. Alvin Nur Choironi (Zian)
M. Alvin Nur Choironi (Zian) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih belajar dan ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Yang Tahu dan Sok Tahu

1 November 2013   22:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:42 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di bawah alam sadar manusia terdapat sebuah instuisi –yaitu daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari. Alat berperan vocal dalam kehidupan manusia adalah otak. Yaitu otak kanan dan otak kiri. Kemampuan yang dimiliki kedua otak itupun berbeda. Walaupun kemampuan yang dimiliki kedua otak tersebut sama secara universalitas, namun kedua otak tersebut memiliki kecenderungan yang berbeda. Sedangkan intuisi merupakan salah satu keahlian dari otak kanan. Sedangkan otak kiri juga memiliki fungsi yang bermacam-macam. Itulah salah satu kelebihan yang tidak dimiliki makhluk-makhluk ciptaan Allah Swt. selain manusia. Hingga disebutkan oleh para filosof bahwa manusia adalah hayawan an-natiq.
Satu kelebihan yang dimiliki manusia ini memang tidak patut bagi kita untuk mendikotomikannya. Karena memang sudah wadih bagi kalangan kita bahwasanya manusia adalah benar seperti itu adanya. Namun, hanya saja kenyataan itu sering membuat manusia lupa diri. Bagaimana bisa lupa diri? Mentang-mentang sudah memiliki akal, sulitnya minta ampun ketika dikasih tahu.
Salah satu yang menginspirasi penulis untuk menulis ini adalah suatu kisah ketika penulis bersama teman sedang menghadiri acara di sebuah gedung di Senayan Jakarta yang bersebrangan dengan Stadion Gelora Bung Karno Jakarta tepatnya di Plasa Bapindo. Ketika acara usai dan penulis bersama teman kantor penulis ingin turun ke lobby (karena pada saat itu acara tersebut diselenggarakan di Aula lantai 10), masuklah kami ke lift dengan menekan lantai yang kami inginkan. Dan lantai tujuan kami adalah lobby yang pada saat itu memang bertepatan dengan lantai tiga. Akhirnya penulispun menekan tombol lantai tiga. Pintu lift pun mulai menutup. Tanpa penulis sadari, ada ibu paruh baya beserta csnya yang main nyelonong masuk ke lift kami. Ibu tersebut memasukkan semua cs-nya ke dalam lift. Untung saja lift tersebut tidak membunyikan sirine tanda lift sudah penuh. Namun, bisa terbayang seberapa pengapnya lift yang kami tumpangi tersebut. Dalam perjalanan kami menuju lobby, si Ibu dan Cs-nya itu tak kunjung diam. Selalu saja sibuk dengan obrolan mereka.
Sesampainya di lantai tiga, lift pun berhenti dan pintupun mulai terbuka. Dalam keadaan lift yang seperti itu, si ibu bersama para kroninya mulai bingung, harus turun di mana mereka. Karena lantai tujuan kami sudah tiba, kami pun keluar. Melihat si Ibu dan Cs-nya yang semakin bingung penulis menyempatkan diri untuk menanyai si Ibu dan Cs-nya. Mereka bilang kalau mereka ingin ke lobby. Kami yang juga akan ke lobby memberi tahu kepada mereka bahwa mereka sudah sampai lobby. Alih alih mereka percaya, salah satu dari Cs si Ibu malah nyeletuk kalau ini bukan lobby. Mereka bilang begitu karena melihat layar digital lift yang masih menunjukkan angka tiga. Seperti yang mereka tahu –mungkin –kalau semua lobby itu ada di lantai satu. Dengan kebingungan, si Ibu itu pun akhirnya menekan tombol 1. Kami pun melanjutkan langkah kami meninggalkan lift dan menuju lobby. Sedangkan si Ibu dan Cs-nya malah tersesat di basement parkir gedung. Kami tidak tahu, apakah mereka masih melanjutkan langkah mereka untuk keluar gedung dengan lewat
basemen parkir atau kembali lagi ke lantai tiga agar bisa keluar lewat lobby. Yang jelas, mereka pastinya menahan malu karena terlalu sok tahu dan tidak mau dikasih tahu.
Hal ini sepertinya senada dengan apa yang telah disebukan Alqur’an dalam surat al-Hijr ayat 9: “...qul hal yastawi al-ladzina ya’lamuuna walladzi la ya’lamuuna”. Tidak akan sama orang yang tahu dan tidak tahu. Dan yang terjadi saat ini adalah orang yang tidak tahu malah sok tahu. Sehingga bebal dalam fikirannya penerimaan atas rekomendasi atau saran dari orang yang tahu.
Selain itu, perbedaan diantara orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu akan berimplikasi pada diri orang tersebut dalam menyikapi setiap masalah. Kita buat saja sebuah contoh. Beberapa minggu yang lalu ketika gencar-gencarnya penolakan terhadap ajang Miss World mulai menghiasi media baik elektronik maupun cetak. Bisa kita temukan mana orang yang tahu dan mengerti masalah tersebut dan mana yang tidak tahu dan akhirnya bertindak sok tahu.
Terutama ketika terjadi even-even seperti itu, banyak dari kalangan media yang menggelar diskusi diantara kalangan yang sangat respek dengan moment tersebut. Barulah dari sini kita bisa tahu. Mana orang yang mengerti dan mana orang yang sok tahu. Orang yang tahu akan bersikap sewajarnya dalam menanggapi hal itu walaupun mereka sebenarnya sependapat dengan alasan-alasan yang membuat even Miss World ditentang banyak kalangan. Berbeda dengan orang yang tidak tahu. Mereka cencerung lebih ofensif dan panas. Malah banyak yang sampai membuat kerusuhan hanya karena ketidaksependapatan mereka dengan even tersebut.
Sebenarnya, jika bisa kita fahami. Bahwa kecenderungan orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu. Orang yang tahu permasalahan tersebut akan bertindak sewajarnya karena memang tindakan mereka tidak akan berimbas pada penyelenggaraan even tersebut. Mau orang tersebut dengan teriak-teriak menyuarakan pendapatnya atau dengan hal lain tentu imbasnya akan sama. Sama-sama acara tersebut akan tetap diselenggarakan. Karena memang semuanya sudah siap dan tinggal menanti masa pelaksanaanya. Dan tidak akan bisa dengan mudah dibatalkan hanya karena usulan-usulan tersebut. Dan pastinya hal tersebut akan merugikan mereka yang bertindak panas. Karena bisa dikatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah sia-sia. Penulis tidak ingin mengomentari secara esensi argumentatif bahwa kenapa harus ada penolakan acara tersebut. Yang penulis kritisi adalah segala penyikapan-penyikapan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak tahu dan akhirnya bertindak sok tahu. Maka jelaslah, jadilah orang yang tahhu dan mengerti apa yang harus diperbuat dan dilaksanakan serta jangan jadi orang yang tidak tahu bahkan sok tahu sehingga tetap berkomitmen dengan segala kebebalannya untuk menerima pendapat, saran dan rekomendasi dari orang yang lebih tahu dan mengerti akan hal tersebut.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun