“Sholatmu itu haram..!”
“tidak......!”
Selalu berkata seperti itu. Dasar manusia yang sok tahu. Masak dia harus selalu menjadi pengganggu. Mentang-mentang aku ini lugu. Setiap hari tak pernah sedikitpun aku diberi waktu. Ya, waktu untuk mencoba mencari apa yang harus aku lakukan pada saat itu. Selalulah dia berkata kepadaku. “yang benar itu harus sepertiku”. Bathinku berkata “ini lucu”. Bagaimana aku harus melakukan hal sepertimu. Kalau sedikitpun kau tak pernah memberi teladan kepadaku. Mulutmu saja yang banci itu selalu bertutur “kau harus berubah sepertiku”. Tapi mencontohkannya selalu tak mampu.
Memang dulu aku sering melakukan hal yang haram. Sering nguntitin mangganya pak Bram. Itupun yang masih masam. Minuman keraspun sering aku teguk setiap kali aku ingin berjudi ayam. Aku juga sering melayangkan pukulanku ke teman-temanku kalau aku lagi naik pitam. Apalagi jika aku kalah judi ayam. Nggak ada orang yang mau macam-macam. Namun, aku sadar akan kehidupanku yang suram. Semuanya serba haram. Hidupku gelap bagaikan gelapnya malam. Tidak ada cahaya rembulan yang menghiasi pekatnya malam. Hanya sedikit remang-remang lampu temaram. Tapi sekarang, aku sudah komitmen untuk benar-benar menjalankan ajaran islam. Bahkan aku selalu bangun tengah malam; menjalankan sholat yang katanya akan memberikanku penerang di khidupanku yang suram. Dan itupun masih engkau katakan haram. Sudahlah...jangan macam-macam!
***
Aku rasa, kau salah presepsi. Dirumahmu, adakah sebatang besi?. Coba ambil dan bawa kesini. Atau bisa kau carikan alat lain yang lebih berat lagi. Akan kucoba memberikanmu pukulan di bagian lehermu yang tinggi. Atau dibagian mulutmu agar kau tak lagi memiliki gigi. Menurutku kau harus banyak-banyak belajar untuk lebih memahami. Ya, memahami kata demi kata yang telah kuberikan tadi. Yang menjadi masalah saat ini adalah dari dirimu sendiri. Sering bertindak sesuka hati. Berkata-kata yang tak engkau fahami serta salah berpresepsi jangan kau ulangi. Tidakkah kau lihat di sana orang yang tak lebih berharga daripada seekor kelinci. Yang selalu saja tak pernah berguna bagi diri sendiri. Selalu saja terkekang dengan segala uji coba yang membebani. Akhirnya lapuk dan mati.
Sholatmu haram bukan lantas menjadikan sholatmu tidak boleh dilakukan. Juga tidak lantas menjadikanmu masuk neraka atas sholat yang telah engkau laksanakan. Bukan, bukan seperti itu yang aku maksudkan. Juga bukan seperti itu yang aku inginkan.
Kenapa aku mengatakan kalau sholatmu itu haram dilakukan.? Karena dalam sholat yang engkau giatkan ada hal-hal yang harus engkau tinggalkan. Agar sholatmu tetap terjaga, maka hal-hal tersebut harus engkau perhatikan. Jadi tidak salah jika sholatmu itu haram seperti yang aku katakan. Dalam sholatmu itu ada takbiratul ihrom yang harus engkau bacakan. Takbir itu lah yang menjadi batas awal bagimu menjauhi hal-hal yang dilarang dalam sholat dan harus engkau tinggalkan. Nama ihrom dalam takbir itu, erat kaitannya dengan yang tadi aku katakan.
Sedangkan kau harus mengucapkan salam diakhir sholatmu. Karena itulah tanda bahwa keharaman tadi hanya sampai pada saat itu. Jika engkau telah sampai pada salammu, berarti engkau telah selamat dari larangan-larangan yang harus engkau jauhi dalam sholatmu. Dan setelah selamat dari proses itu. Kau boleh melakukan hal yang dilarang dalam sholatmu. Entah makan, minum, bicara atau bergerak berkali-kali, itu sih terserah kamu. Itulah yang menjadikan sholatmu haram bagimu. Dan halal bagiku. Karena aku tidak sedang sholat pada masa itu.
Selesai ditulis di Masjid al-Mujahidin Ciputat pada 10 Oktober 2013 pukul 00.30
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H