Mohon tunggu...
Dahlan J Gassing
Dahlan J Gassing Mohon Tunggu... ASN -

Optimis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan Zaman Now

12 November 2017   21:10 Diperbarui: 12 November 2017   21:30 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pahlawan identik sebagai orang yang hebat, dan bisa menjadi panutan. Siapapun bisa menjadi pahlawan. Semakin besar skala manfaat seseorang bagi bangsa ini, maka tingkat kepahlawanannya semakin menanjak. Namun jika mendengar pernyataan tentang kriteria pemberian anugrah kepahlawanan, maka salah satu yang cukup menggelitik adalah bahwa stok pahlawan bangsa ini cukup banyak, sehingga diutamakan yang lebih senior dulu untuk diangkat. Itulah juga alasannya sehingga KH. Abdur Rahman Wahid belum diangkat menjadi pahlawan, karena masih ada kawan-kawan lain yang lebih dahulu berjuang untuk bangsa ini. Diterima atau tidak epertinya memang alasan ini ada yang kurang sreg.   Namunpun begitu kondisi ini terus berlangsung dalam sistem ketatanegaraan, dan toh rakyat bangsa ini juga abai dalam memperhatikan hal ini. 

Akan tetapi yang sangat penting dalam kegiatan ini adalah efek pemberian gelar kepahlawanan pada seseorang kepada pengembangan nasionalisme dan kemajuan bangsa Indonesia. Adakah efek positif yang dikirimkan kepada generasi bangsa ini? Apakah penganugrahan tanda kepahlawanan mampu memberikan semangat kepada anak bangsa untuk terus berbuat yang terbaik bagi bangsa ini? Karena beberapa fakta menarik tentang urusan pahlawan bangsa dapat kita simak pada bagian di bawah ini :

1. Pahlawan sekedar lambang

Gambar pahlawan hadir di mata uang resmi. Akan tetapi berapa persen yang peduli akan sejarah pahlwan yang tertempel di dinding uang? Anak bangsa lebih senang melihat nominal angka yang tertulis dari pada cerita kepahlawanan mereka. Perhatikan juga gambar pahlawan yang ada dalam ruang-ruang kelas atau kantor-kantor pemerintah, adakah siswa yang mempertanyakan siapa dan bagaimana perjuangan sang pahlawan? Atau adakah guru yang mau menjelaskan siapa dan bagaimana perjuangan sang pahlawan?  Berapa persen guru (diluar guru sejarah) yang memahami arti perjuangan sang pahlawan bangsa yang gambarnya terpajang di dinding? Lalu bagaiman tranfer jiwa nasionalisme ataupun jiwa kepahlawanan itu akan dialirkan kepada generasi penerus, jika tidak ada yang menyampaikannya. Lihatlah ketika beberpa instansi mengadakan nonton bareng film G30S PKI, hampir semua siswa yang menjadi penonton berkomentar : adakah pahlawan revolusi? kenapa baru sekarang saya dengar? 

Nama pahlawan juga kadang dijadikan nama sebuah jalan protokol. Akan tetapi berapa persen pengguna jalan yang mengetahui sejarah dari pemilik nanma jalan tersebut. Bahkan ada beberapa siswa yang saya kenal: lahir dan tinggal bertahun-tahun di sebuah jalan yang menggunakan nama pahlawan, tapi tidak mengetahui sejarah perjuangan sang pahlawan pemilik nama di jalan itu.

2. Pahlawan tidak di tiru oleh pejabat

Pahlawan rela mengorbankan semuanya untuk bangsa ini. Mulai dari waktu, pikiran, harta bahkan sampai nyawanya sekalipun dikorbankan demi bangsa ini. Mereka tidak berharap sesuatu dari negara, malah mereka yang memberi kepada negara. Tetapi oknum yang banyak dari pejabat kita sepertinya belum mampu melakukan itu semua. Waktu dan pikiran pejabat dibayar tunai oleh negara, dan itu akan menambah harta mereka meski mungkin ada nyawa orang kecil yang  dikorbankan untuk harta itu. 

Sehingga kita semua masih perlu duduk bersama mencari solusi terbaik untuk mengembalikan jiwa kepahlawanan ini agar dapat menjadi mustika penjaga jiwa nasionalisme menuju Indonesia yang makmur sentosa.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun