Mohon tunggu...
Dahlan Iskan
Dahlan Iskan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan ITB angkatan 2011 Alumni SMA Negeri 5 Surabaya Alumni SMP Negeri 1 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seberapa Layakkah Kita Disebut Mahasiswa?

16 April 2014   02:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:38 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MAHASISWA, itulah sebutan populer ketika individu sudah menuntut ilmu di suatu kampus. Masa-masa OSKM setiap tahunnya didengungkan-dengungkan mahasiswa dengan Potensinya dan Posisinya di masyarakat untuk melakukan Perannya dengan baik demi pencapaian Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan dan Pengajaran, Penilitian, dan Pengabdian Masyarakat). Saat itu masih belum terbayang apa hal mencolok yang membedakan status mahasiswa yang baru didapat dibandingkan status siswa yang dulu disandang, kalau dilihat dari tri dharma pun tidak bisa dibilang siswa SMA tidak mampu melaksanakan tiga poin tersebut. Bahkan “PoPoPe” Mahasiswa Ideal pun masih terasa teoritis. Mungkin tidak sedikit orang yang merasakan hal sama, sebenarnya harus bagaimana bersikap sebagai mahasiswa? Dan seperti apakah “ACTION”, tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan statusnya?

Boleh dibilang kebanyakan mahasiswa sekarang cenderung berpikir pragmatis, KKN (kuliah, Kerja, Nikah) sehingga saat di kampus pun kerjaannya hanya KuPu-KuPu, Kuliah Pulang Kuliah Pulang. Hingga parahnya terkadang seakan terlalu fokus dan mementingkan tuntutan akademik sehingga tidak peduli terhadap orang disekitarnya. Berorganisasi atau kepanitiaan dalam kampus saja tidak mau apalagi aksi turun ke jalan untuk masyarakat. Tidak mau repot-repotlah berpikir untuk Negara. Seperti inikah yang disebut mahasiswa?

Mari kita lihat perilaku lain pelajar kampus, kajian, debat, berhimpun, berorganisasi, kepanitiaan, pengmas, hingga demonstrasi turun ke jalan. Sesuatu yang menurut saya sendiri cukup menakjubkan. Berbeda dengan tipe mahasiswa yang sebelumnya saya sebutkan, mereka yang ini begitu inisiatif berpikir tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain bahkan negara entah apapun motif mereka. Seperti inikah yang disebut mahasiswa?

Banyak versi tentang pendefinisian kata “mahasiswa” memang menimbulkan kerancuan tentang maknanya, apalagi di luar negeri sana tidak ada istilah “mahasiswa” atau “big student”, yang ada “college student”. Di Indonesia, ada yang mengartikan makna kata sakral “maha-“ sebagai wujud tanggung jawab yang besar di masyarakat, ada juga yang bilang kalangan berpendidikan yang punya potensi/kemampuan besar. Namun, menurut saya kelayakkan suatu individu sebagai mahasiswa sebenarnya ditentukan keidealan oleh dirinya sendiri. Dan kali ini saya akan menyampaikan sedikit pandangan tentang kelayakan sebagai mahasiswa.

Mahasiswa, jika orang yang ber-IP bagus saja yang disebut itu, sepertinya kata “maha-“ tak begitu berarti apa-apa membedakannya dengan siswa SD SMP SMA yang cari ilmu atau nilai ujian bagus. Jika orang yang berpikir atau berangan-angan untuk negara saja yang disebut mahasiswa, itu pun tidak adil, karena belum ada hal kongkret yang bisa diukur atau bisa disebut masih omong kosong.

Menurut saya, mahasiswa adalah individu yang berkembang untuk berkontribusi dan berkontribusi untuk berkembang.Maksud saya disini adalah mahasiswa di awal berkembang dengan cara dia belajar (studying) keilmuan, memperoleh hard skill lewat bangku kuliah dan juga dia belajar (learning) mengasah soft skill dan life skill melalui keaktifan berorganisasi, belajar dari banyak hal baik di unit, himpunan, maupun di kemahasiswaan terpusat. Setelah itu idealnya mahasiswa berkontribusi untuk orang lain, entah itu di lingkup kecil di kampus atau di masyarakat luar. Pembelajaran yang didapat setara kontribusi. Sebanyak mungkin seseorang berkontribusi, itulah yang akan didapat. Mahasiswa akan mendapat pembelajaran baru atas kontribusi sebelumnya. Dan dari situlah dia berkembang menjadi lebih baik untuk berkontribusi lagi.

Jadi mahasiswa adalah orang yang terus berkontribusi atas pembelajaran baru yang terus dia dapat. Tidak perlu muluk-muluk berbicara soal negara dulu kalau memang belum ada hal yang bisa diperbuat di lingkup kecil kampus, himpunan, unit, atau bahkan angkatan kaderisasi jurusan sekalipun. Mulailah untuk menjadi orang berguna dulu, berkontribusi di angkatan, lalu unit atau himpunan, lalu bagus-bagus bisa sampai di level kampus, lalu bergerak untuk masyarakat, dan memikirkan negara. Tahapan ini bukan suatu batasan untuk berkembang, patut dicermati logikanya mengurusi satu kampung lebih susah daripada mengurusi keluarga sendiri. Begitulah, mahasiswa adalah orang yang haus berkontribusi berlandaskan hard-soft-life skill yang dia punya.“Mahasiswa, Tiada Hidup Tanpa Kontribusi.” Sekarang, seberapa layakkah kita disebut mahasiswa?

ditulis di sebuah kamar sederhana di salah satu sudut Kota Bandung, Jawa Barat

Penulis adalah seorang mahasiswa jurusan teknik pertambangan ITB angkatan 2011, Alumni SMA Negeri 5 Surabaya, Alumni SMP Negeri 1 Surabaya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun