Mohon tunggu...
Muammar Khadafi
Muammar Khadafi Mohon Tunggu... -

panggil saja aku dafi. aku dilahirkan normal oleh kedua orangtuaku. aku sangat bersyukur terhadap apa yang melekat dan berkembang di dalam diriku ini. seperti bermusik, olahraga, dan lainnya. dua tahun yang lalu, aku diterima oleh Universitas Negeri Jenderal Soedirman yang kebetulan ada di jurusan komunikasi. nomor handphone ku, nol delapan lima enam sembilan dua dua tujuh lima sembilan satu lima. jika ada kepentingan tertentu, hubungi saya di nomor itu ya kawan ;) jika tulisan saya ada yang kurang berkenan di mata dan hati kawan - kawan, tolong dikritik lewat comment yaaaa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Advokasi = Komunikasi Politik yang ‘Politis’

14 Juni 2012   15:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:59 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendefinisikan komunikasi politik memang tidak cukup hanya dengan penggabungan dua kata, yaitu “komunikasi” dan “politik”. Dua unsur ini telah tergabung menjadi sebuah konsep. Komunikasi dan politik dalam wacana ilmu pengetahuan manusia merupakan dua wilayah pencarian yang masing – masing diantaranya dapat dikatakan relatif berdiri sendiri. Namun, keduanya memiliki kesamaan-kesamaankarena memiliki satu objek material, yaitu manusia.Syam, 2002 : 18 mengatakan, “Komunikasi mengembangkan bidang kajiannya yang beriringan dengan disiplin ilmu lain, seperti sosiologi, psikologi, dan hal yang sama pula pada ilmu politik”.

Komunikasi politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan dimensi-dimensi politik, serta dengan segala aspek problematikanya. Kesulitan dalam mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realita sehari-hari. Salah satu bentuk komunikasi politik dalam realita sehari-hari yang dijalankan oleh manusia adalah advokasi. Dalam pengantar buku “Pedoman Advokasi”, 2005, mengutip Webster’s New Collegiate Dictionary, memberikan pengertian advokasi sebagai tindakan atau protes untuk membela atau memberi dukungan. Dalam makna memberikan pembelaan atau dukungan kepada kelompok masyarakat yang lemah itu, advokasi digiatkan oleh individu, kelompok, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi rakyat yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah Hak Asasi Manusia, lingkungan hidup, kemiskinan, dan berbagai bentuk ketidakadilan.

Sebagai salah satu bentuk dari komunikasi politik advokasi juga seringkali dilakukan oleh para peserta didik stadium akhir, yaitu mahasiswa. Mahasiswa menggunakan advokasi ketika ada isu yang berkaitan dengan penyalahgunaan hukum. Mahasiswa seringkali mengorganisir masyarakat dengan mengadvokasi mereka untuk “berkata tidak” terhadap hukum yang salah. Mahasiswa yang dijuluki dengan sebutan “The Agent of Change” ini memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat yang bisa dikatakan menjadi korban dari kesalahan hukum tersebut. Karena sesuai dengan TriDarma Perguruan Tinggi poin ketiga yang berbunyi, “mahasiswa wajib untuk mengabdi kepada masyarakat”. Makna yang didapat dalam poin tersebut yaitu pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat, khususnya rakyat yang berada di sekitar kampus ataupun lokal. Mahasiwa berkewajiban mengadvokasi seluruh kawan-kawan satu perjuangan untuk membela kebenaran hukum, dan meniadakan kecacatan dari hukum yang sudah berlaku.

Beberapa waktu yang lalu, Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh mendatangi Purwokerto, Banyumas. Mendengar hal tersebut, hampir seluruh mahasiswa Unsoed langsung menyiapkan sebuah aksi demonstrasi guna menyambut sang menteri. Aksi demonstrasi yang berjalan secara teratur tersebut diiringi pula dengan aksi teatrikal dari kawan-kawan teater. Sebelum mengadakan aksi demonstrasi, tentunya ada diskusi terlebih dahulu. Diskusi ini berguna untuk mengkoordinir kawan-kawan mahasiswa dengan isu “pendidikan tanggung jawab siapa?”, yang diadvokasikan oleh koordinator lapangan aksi demonstrasi tersebut. Lalu si koordinator lapangan ini dengan lantang berorasi dan membuat masyarakat sekitar Unsoed tercengang melihatnya. Karena si orator ini dengan lantang mengucapkan “MARI KAWAN-KAWAN KITA SAMBUT DENGAN MERIAH BAPAK PENDIDIKAN KITA. KARENA BERKAT DIALAH, PENDIDIKAN DI INDONESIA TIDAK MERATA. YANG KAYA SEMAKIN PINTAR, DAN YANG MISKIN MENJADI SANGAT BODOH. DIMANA KALIMAT YANG MENJANJIKAN TERSEBUT? KALIMAT YANG BERBUNYI ‘SELURUH WARGA NEGARA INDONESIA WAJIB MENDAPATKAN PENDIDIKAN YANG LAYAK’”. Advokasi ini sudah sangat memasuki kriteria komunikasi politik, karena kalimat lantang tersebut dapat mempolitisi masyarakat untuk menegakkan keadilan.

Advokasi harus dilakukan demi kelangsungan dan kesejahteraan hidup masyarakat sekitar. Karena, advokasi memiliki sifat yang berguna sebagai alat untuk mempolitisi seseorang atau kelompok kedalam sebuah kepentingan. Kepentingan disini bukan dalam arti yang pragmatis, melainkan sebuah unsur hegemoni dengan tujuan mengkritik atau meniadakan kecacatan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun