Dalam lanskap Islam yang begitu luas dan beragam, terdapat berbagai aliran pemikiran dan pemahaman. Salah satu yang cukup menarik perhatian adalah Gerakan Salafi-Wahabi, yang kerap dicap sebagai representasi dari "Islam Puritan." Mari kita mengenal lebih dalam tentang gerakan ini, mulai dari sejarah kemunculannya, ajaran utama, hingga kontroversi yang menyertainya.
Gerakan Salafi-Wahabi muncul pada abad ke-18 di Jazirah Arab, dipelopori oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab dan Muhammad ibn Saud. Ibn Abd al-Wahhab, seorang ulama, menganjurkan kembali pada ajaran Islam yang murni, sebagaimana dipahami oleh generasi sahabat Nabi Muhammad dan generasi berikutnya (Salafus Shalih). Ia mengkritik berbagai praktik keagamaan yang dianggap bid'ah (inovasi) dan syirik (menyekutukan Allah).
Sementara itu, Muhammad ibn Saud, seorang pemimpin lokal, melihat ajaran Ibn Abd al-Wahhab sebagai alat untuk memperkuat kekuasaannya. Keduanya pun beraliansi, membentuk negara Islam yang menerapkan ajaran Salafi-Wahabi secara ketat. Kerajaan ini kemudian dikenal sebagai dinasti Saudi, dan ajarannya menjadi dasar ideologis negara Arab Saudi hingga saat ini.
Gerakan Salafi-Wahabi menekankan beberapa ajaran kunci:
1. Tauhid: Keesaan Tuhan menjadi inti ajaran, menolak segala bentuk kesyirikan, termasuk pemujaan terhadap para nabi, wali, dan benda-benda tertentu.
2. Kembali kepada Al-Quran dan Hadis: Al-Quran dan Hadis dianggap sebagai sumber utama ajaran Islam, menomorsatukan teks literal di atas interpretasi dan pendapat ulama.
3. Penolakan terhadap Bid'ah: Praktik-praktik keagamaan yang dianggap tidak memiliki dasar dalam Al-Quran dan Hadis diharamkan, termasuk tradisi peringatan Maulid Nabi, ziarah kubur, dan perayaan tertentu.
4. Hukum Islam yang Ketat: Gerakan ini menganjurkan penerapan hukum Islam secara ketat, termasuk hukuman fisik bagi pelanggar norma dan larangan terhadap kebebasan tertentu, seperti musik dan seni.
Meskipun Salafi-Wahabi memiliki pengikut yang cukup besar di seluruh dunia, gerakan ini juga menuai banyak kritik dan kontroversi. Beberapa poin yang menuai kritik di antaranya:
1. Interpretasi Literal: Kritikus berpendapat bahwa penekanan pada teks literal Al-Quran dan Hadis tanpa mempertimbangkan konteks historis dan perkembangan pemikiran Islam berpotensi melahirkan tafsir kaku dan sempit.
2. Intoleransi: Gerakan ini kerap dituduh intoleran terhadap perbedaan pendapat dan praktik keagamaan lain, menimbulkan stigma sebagai pemicu ekstremisme dan kekerasan.