Mohon tunggu...
Ahmad Dhafir
Ahmad Dhafir Mohon Tunggu... -

simple

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perempuan dan parpol

3 Maret 2012   04:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:35 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai politik dan parlemen (lembaga legislatif) merupakan dua aktor utama masyarakat politik, yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil, berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih kontrol atas negara untuk kepentingan masyarakat. Peran partai politik tersebut lebih banyak terletak dalam kancah Pemilihan Umum dimana didalamnya terdapat persaingan antar partai dan akan menggalang partisipasi dari berbagai pihak, termasuk pula didalamnya adalah kaum perempuan.

Di sisi yang lain partai politik dan pemilihan umum merupakan ajang yang sangat tepat dalam proses rekrutmen politik, sebagai sarana menggalang dan mengorganisasi kekuasaan secara demokrasi. Proses rekrutmen dimaksudkan sebagai wahana untuk kaderisasi, regenerasi dan seleksi para kandidat serta membangun legitimasi dan relasi antara partai dengan masyarakat sipil. Selama ini ada argumen bahwa rekrutmen politik merupakan sebuah proses awal yang akan sangat menentukan kinerja parlemen (lembaga legislatif).

Partai-partai politik memainkan peran penting dalam mempengaruhi jumlah perempuan yang terpilih masuk ke parlemen. Saat ini, dalam organisasi-organisasi mereka sendiri, partai-partai politik belum menunjukkan komitmen yang kuat dan rumusan-rumusan kebijakan mengenai kesempatan yang setara bagi anggota perempuan agar terpilih sebagai “fungsionaris” partai dan anggota Lembaga Legislatif. Cara partai-partai politik menyusun daftar calon mereka untuk jabatan pilihan, berapa banyak perempuan dimasukkan dalam datar-daftar itu, dan apakah perempuan ditempatkan pada posisi-posisi yang “dapat dipilih” sejauh ini mengindikasikan kurangnya perhatian dan komitmen bagi representasi perempuan. Dalam beberapa hal, tindakan-tindakan diskriminatif juga sering dilakukan oleh fungsionaris partai politik terhadap anggota perempuan mereka sendiri dalam menyeleksi para calon mereka untuk parlemen.

Belum ada strategi terpadu untuk menarik lebih banyak perempuan ke dalam partai politik. Perempuan tidak terdorong, dan ada kekosongan program untuk mensosialisasikan dan melatih anggota partai wanita untuk menjadi kader partai yang memenuhi syarat dan berkemampuan tinggi. Pengaturan kegiatan organisasi oleh partai-partai politik menunjukkan tiadanya usaha mempelajari kebutuhan dan kepentingan perempuan. Sering ditemukan adanya pertentangan jadwal antara event-event dan rapat-rapat partai politik dengan para anggota perempuan mereka sendiri yang harus bertanggungjawab untuk urusan rumah tangga mereka sendiri. Ada kekurangan dari rumusan kebijakan dan program-program resmi oleh partai-partai politik yang menyoroti dan menekankan pentingnya kebutuhan, kepentingan dan isu-isu perempuan dalam partai-partai itu sendiri, di parlemen dan dalam kehidupan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun