Pendahuluan
Kita pernah mendengar rumor bahwa orang yang lebih menarik secara penampilan akan lebih mudah di dalam mencari pekerjaan. Mungkin kita juga pernah mendapat masukan dari orang lain bahwa kita harus tampil menarik dengan cara berpenampilan rapi.Â
Mereka beranggapan bahwa orang yang lebih menarik dianggap lebih baik daripada orang yang kurang menarik. Peristiwa itu biasa disebut dengan physical attractiveness stereotype dan hal tersebut sudah biasa terjadi di dunia kerja.Â
Fenomena physical attractiveness stereotype merupakan kecenderungan individu yang menarik diharapkan lebih ramah dan pandai daripada individu yang kurang menarik (Feingold, 1992).
Penelitian yang dilakukan oleh Watkins & Johnston (2000) menunjukan terdapat banyak bukti empiris bahwa daya tarik fisik memengaruhi pengambilan keputusan dalam perekrutan. Â Apabila seseorang semakin menarik, maka semakin besar kemungkinan orang itu akan dipekerjakan.
Pengambilan dengan dasar keputusan seperti itu apabila tidak di dalam ranah pekerjaan tepat, maka akan membuat perusahaan tidak dapat mencapai titik optimalnya. Padahal  perusahaan memiliki kontribusi yang besar di dalam mendorong perekonomian.
Tenaga kerja yang optimal juga akan meningkatkan performa perusahaan itu sendiri. Performa yang baik juga akan meningkatkan keuntungan dari perusahaan tersebut sehingga mereka dapat melakukan ekspansi dan mendorong perbumuhan ekonomi. Oleh karena itu, penulis di dalam artikel ini akan membahas lebih lanjut terkait physical attractiveness stereotype di pasar tenaga kerja
Bentuk Diskriminasi di dalam Dunia Kerja
Diskriminasi di pasar tenaga kerja dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti hubungan antara penampilan fisik dengan tingkat upah (French, 2002). Disikriminasi tersebut disebabkan oleh physical attractiveness stereotype.