Apa yang terbesit di pikiran ketika mendengar kata 'tembakau'?. Apakah rokok? Terdapat hal menarik mengenai rokok, yakni tatkala produk-produk mengkampanyekan iklan semenarik mungkin dengan memberikan keunggulan produknya untuk menarik pelanggan, tetapi tidak dengan rokok.Â
Pasalnya, peringatan kesehatan seperti "Rokok dapat membunuhmu" ataupun "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin" tidak menjadikan konsumen rokok berhenti untuk membeli. Hal ini terbukti dengan jumlah perokok di Indonesia yang menempati peringkat 3 di dunia, dengan total 69,1% penduduk Indonesia sebagai konsumen.
Lantas apa yang menyebabkan rokok tetap diminati, walaupun produsen rokok telah memberikan peringatan terhadap konsumen?Â
Dilansir dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, beberapa faktor yang mendorong seseorang mengkonsumsi rokok adalah ingin merasakan berbagai citarasa yang ditawarkan (menthol, cappuccino, teh hitam, dsb); ingin tampil macho, keren, dan terlihat dewasa; setia kawan; persepsi rokok dapat menghilangkan stress; ingin bersosialisasi saat berada di komunitas perokok; serta mempercayai bahwa rokok dapat mengusir rasa sepi, galau dan jenuh.
Menurut Abdurrohman (2019), survei yang ia lakukan menunjukkan bahwa mayoritas perokok tetap membeli dan menggunakan rokok karena beranggapan bahwa efek yang ditimbulkan dari merokok tidak se-ekstrim yang dijelaskan dalam iklan. Adapun menurut Almaidah et al (2021), alasan remaja tetap menggunakan rokok walau sebenarnya mengetahui bahaya merokok adalah didapatinya ketenangan dan rasa melepaskan stress ketika merokok.
Akan tetapi, terdapat beberapa orang yang mengkonsumsi rokok karena iklan yang disajikan oleh produsen rokok. Seperti menurut Ariani (2011), awal mula remaja SMA Negeri 4 Semarang mulai tertarik untuk mencoba rokok adalah karena iklan.
Walaupun dalam iklan tidak ditampilkan produk rokok, tetapi iklan yang gencar, serta citra pemeran/aktor yang ditampilkan dalam iklan adalah seseorang yang mapan dan kaya, dengan berpenampilan jas berdasi, sehingga memberikan kesan yang berkelas.
Berdasarkan beberapa paparan tersebut di atas, peringatan yang ditampilkan dalam iklan rokok tidak mempengaruhi jumlah pengguna rokok karena mereka lebih memilih kepuasan pribadi yang diperoleh dari menggunakan rokok.Â
Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya rokok lebih dalam juga mempengaruhi tingginya angka perokok di Indonesia sehingga mengabaikan peringatan yang ada dalam iklan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H