Di Indonesia, masih banyak individu yang beranggapan bahwa merawat dan memenuhi kebutuhan lansia merupakan tanggung jawab keluarga. Hal ini tak lepas dari budaya ketimuran yang menjunjung tinggi kekeluargaan. Seperti penggalan sebuah lagu ternama "Harta yang paling berharga, adalah keluarga", terus berulang dan terpatri di benak masyarakat hingga sekarang.Â
Kebiasaan ini perlahan bergeser menjadi suatu kewajiban bagi anak untuk merawat orang tua ketika memasuki masa pensiun, anak secara rutin mengirim uang sebagai tanda balas budi kepada orang tua mereka yang sekarang sudah tidak bekerja lagi. Ini lah asal muasal kata sandwich generation tercipta, ketika anak harus menghidupi dua keluarga secara bersamaan, yaitu keluarganya sendiri yang terdiri dari anak dan istri, dan orang tua mereka.
Hal ini tidaklah buruk, mengingat orang tua-lah yang merawat dan membesarkan anak hingga dewasa. Sudah sewajarnya anak memiliki empati untuk menyayangi orang tua seperti halnya orang tua merawat anak sedari kecil. Yang menjadi masalah adalah ketika pola pikir mengurus lansia merupakan tanggung jawab dan ranah keluarga semata, sehingga mengesampingkan pentingnya peran serta negara untuk menghadirkan program-program perlindungan sosial untuk lansia.Â
Kita menjadi abai akan salah satu tujuan bernegara yang tercantum di Undang-Undang Dasar 1945; "Mensejahterakan kehidupan bangsa". Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin kelangsungan hidup lansia, terlebih kepada mereka yang tidak memiliki program pensiun. Lansia memberikan kontribusi bagi negara ketika mereka bekerja di usia produktif, sudah sepantasnya negara memberikan timbal balik menjamin kesejahteraan di usia senja mereka.
Program pensiun sosial merupakan problematika yang kompleks namun sangat penting bagi keberlangsungan hidup warga negara. Program ini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. Banyak negara di dunia yang memberlakukan program pensiun sosial, yang jadi perhatian utama adalah sumber dana dan pengelolaannya.Â
Ketersediaan dana sangatlah penting untuk menjamin manfaat program dapat dinikmati secara berkesinambungan. Alokasi dan distribusi juga harus tepat sasaran, jangan sampai aliran dana dinikmati oleh orang yang telah berkecukupan. Atas dasar pertimbangan tersebut, Penulis tertarik membahas tentang pentingnya program pensiun sosial untuk lansia di Indonesia guna meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian lansia.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas) 2019, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas atau lansia di Indonesia mencapai 25,7 juta orang atau sekitar 9,6 persen dari seluruh populasi. Jumlah populasi lansia yang masih bekerja di Indonesia pada 2019 mencapai 27%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa cukup banyak lansia yang ingin mandiri dan tidak bergantung pada keluarga (Prasetya, 2023). Namun di sisi lain, maraknya pekerja di usia lanjut menandakan kegagalan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan di usia senja. Saat ini Pemerintah Indonesia memiliki program BPJS Ketenagakerjaan, yang di dalamnya ada jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP). Namun kepesertaan program ini belum maksimal.
Dalam penyaluran bantuan sosial untuk lansia, pemerintah Indonesia memiliki program Bantuan Bertujuan Lanjut Usia (BanTu LU) dibawah naungan Kementerian Sosial yang diberikan kepada lanjut usia tidak potensial, tinggal sendiri/hanya bersama pasangan (bukan penerima PKH), miskin dan tidak mampu, serta memiliki wali penanggung jawab lanjut usia (TNP2K, 2020). Selama tahun 2019, BanTu LU telah disalurkan kepada lansia sebesar Rp2.400.000 per tahun dengan jumlah sasaran Rp300.000 orang, berlanjut di tahun 2020 BanTu-LU disalurkan sebesar Rp2.700.000 per orang mencakup dukungan keluarga yang merawat dan dana terapi sosial untuk lansia (Carolina, 2021). Berdasarkan uraian bantuan pemerintah diatas, nampaknya masih jauh dari biaya hidup ideal. Ada beberapa faktor penyebab minimnya program jaminan pensiun sosial di Indonesia yang dapat diuraikan menggunakan metode Diagram Fishbone.
a. Faktor BudayaÂ
Masyarakat Indonesia menganggap merawat orang tua di usia lansia adalah sebagai bentuk bakti anak, seperti halnya sebuah kewajiban untuk balas budi. Perihal ini dapat dijelaskan karena adat dan budaya ketimuran yang sangat kental di nusantara. Masyarakat menganggap merawat sanak saudara di usia senja merupakan tanggung jawab seluruh anggota keluarga, tidak terbatas pada anak dan cucu. Akibatnya, peran negara dalam mensejahterakan lansia sering kali dilupakan.