Ijtihad adalah proses penting dalam Islam yang memungkinkan umat untuk terus berkembang dan menjawab berbagai tantangan kehidupan yang selalu berubah. Muhammadiyah memandang ijtihad sebagai suatu kebutuhan yang esensial bagi Islam Berkemajuan.
Dalam pandangan ini, ijtihad tidak hanya merupakan aktivitas keilmuan tetapi juga menjadi bentuk tanggung jawab dalam menjaga relevansi ajaran Islam dengan realitas zaman. Untuk mendukung kemajuan berpikir dalam Islam, ijtihad harus dilandasi oleh prinsip-prinsip yang mencerminkan keterbukaan dan universalitas ajaran Islam.
Prinsip-prinsip Ijtihad dalam Islam Berkemajuan
(1) Berorientasi pada Universalitas Agama Islam
Ijtihad dalam Islam Berkemajuan harus didasarkan pada pandangan bahwa ajaran Islam bersifat universal dan melintasi batasan ruang dan waktu. Islam tidak hanya berlaku untuk satu kelompok masyarakat atau satu era tertentu, tetapi merupakan pedoman yang berlaku bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Oleh karena itu, ijtihad perlu memperhatikan prinsip-prinsip Islam yang universal dan mampu memberikan manfaat bagi semua kalangan.
(2) Tidak Berorientasi pada Mazhab Tertentu
Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab tertentu dalam melakukan ijtihad, melainkan mengadopsi pandangan dari berbagai mazhab selama pandangan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan relevan dengan kondisi umat. Dengan demikian, ijtihad dalam Muhammadiyah bersifat inklusif dan terbuka terhadap berbagai pandangan yang bertujuan untuk kemaslahatan umat.
(3) Terbuka dan Toleran terhadap Perbedaan Pemikiran
Muhammadiyah mendorong adanya keterbukaan dalam ijtihad, dengan menghargai perbedaan pendapat yang didasarkan pada argumen yang kuat dan sumber yang shahih. Sikap toleran terhadap perbedaan pemikiran ini penting agar ijtihad dapat menjadi sarana dialog dan kolaborasi di antara umat Islam, sehingga menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan bermakna.
Urgensi Ijtihad di Era Kontemporer
Dengan wafatnya Nabi Muhammad , wahyu telah berhenti, dan teks-teks keagamaan berupa Al-Qur'an dan As-Sunnah telah menjadi rujukan final dalam beragama. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan kehidupan manusia terus berlangsung, memunculkan situasi dan permasalahan baru yang tidak secara eksplisit dijelaskan dalam teks keagamaan (ayat qauliyah). Oleh karena itu, ijtihad diperlukan untuk menjembatani pemahaman antara teks wahyu dan realitas kehidupan modern.
Ijtihad tidak hanya bertumpu pada teks keagamaan, tetapi juga mempertimbangkan ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat dalam alam semesta dan dalam kehidupan manusia. Dengan mengamati ayat kauniyah, ijtihad dapat memperkaya pemahaman umat tentang berbagai fenomena yang berkembang di era modern, mulai dari isu-isu sosial, politik, ekonomi, hingga sains dan teknologi. Dengan demikian, ijtihad memungkinkan ajaran Islam untuk terus berkembang dan berkontribusi pada kemajuan manusia secara berkelanjutan.
Ijtihad Jama'i: Pendekatan Kolektif dalam Ijtihad
Seiring dengan kompleksitas persoalan yang dihadapi umat Islam saat ini, ijtihad tidak lagi dapat dilakukan secara individu semata, tetapi membutuhkan pendekatan kolektif yang melibatkan para ahli dari berbagai bidang. Ijtihad jama'i (ijtihad kolektif) merupakan proses ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok ulama atau pakar dari beragam disiplin ilmu untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah yang membutuhkan pemahaman yang mendalam dan komprehensif.
Dalam ijtihad jama'i, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dapat berpartisipasi untuk menyumbangkan pandangan dan pemikirannya. Pendekatan ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijaksana, karena mempertimbangkan berbagai perspektif yang relevan. Misalnya, dalam isu-isu medis atau bioetika, para pakar di bidang kesehatan dapat bekerja sama dengan ahli agama untuk menghasilkan fatwa atau keputusan yang adil dan sejalan dengan ajaran Islam.
Membedakan antara Prinsip yang Tetap (Tsawabit) dan yang Berubah (Imkan al-Taghayyur)
Dalam proses ijtihad, penting untuk membedakan antara hal-hal yang bersifat prinsipiel (tsawabit) dan tidak berubah dengan hal-hal yang dapat berubah (imkan al-taghayyur) sesuai dengan ruang dan waktu tertentu. Tsawabit merujuk pada ajaran-ajaran Islam yang bersifat tetap, seperti prinsip-prinsip dasar aqidah dan ibadah mahdlah, yang tidak dapat diubah atau disesuaikan dengan kondisi. Hal-hal ini adalah inti dari ajaran Islam yang harus dipelihara dan dijaga keasliannya.