Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni, Agama, dan Toleransi: Paul Williams Membedah Kontroversi Pembukaan Olimpiade Paris 2024

12 Desember 2024   13:15 Diperbarui: 10 Desember 2024   14:20 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: ArchDaily)

Barbara Butch, salah satu figur utama dalam upacara pembukaan yang memainkan peran simbolis sebagai Yesus dalam parodi Perjamuan Terakhir, dikenal sebagai seorang aktivis cinta, DJ, dan produser yang berbasis di Paris. Dalam profil Instagram-nya, Butch menggambarkan misinya sebagai "aktivis cinta" yang berusaha untuk menyatukan orang-orang, menciptakan kebersamaan, dan menyebarkan kasih melalui musik, agar semua orang dapat menari bersama dan merasakan detak hati yang berpadu dalam harmoni. Filosofi hidupnya ini diterjemahkan dalam setiap karya dan penampilannya, termasuk dalam upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024.

Melalui media sosial, Butch mengekspresikan kebanggaannya terhadap peran tersebut dengan membagikan tangkapan layar penampilannya dalam parodi Perjamuan Terakhir, disandingkan dengan lukisan asli karya Da Vinci. Dalam unggahannya, ia menulis, "Oh ya! Oh ya! Perjanjian gay yang baru!" Pernyataan ini dianggap oleh beberapa pihak sebagai komentar yang provokatif dan menguatkan kritik yang menuduh bahwa pertunjukan tersebut bertujuan untuk menyentuh isu-isu kontroversial dalam ranah agama dan gender secara berani, meskipun berisiko menyinggung perasaan umat beragama.

Tanggapan Konferensi Para Uskup Prancis

Kontroversi ini juga mendapat respons resmi dari Konferensi Para Uskup Prancis. Dalam pernyataannya, organisasi ini menyampaikan bahwa upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 "memberikan dunia pemandangan yang indah dan penuh sukacita, kaya emosi, dan secara universal diakui". Namun, Konferensi Para Uskup Prancis juga menambahkan bahwa upacara tersebut "sayangnya juga mencakup adegan-adegan yang mengejek dan merendahkan agama Kristen, yang sangat kami sesalkan". Pernyataan ini menggarisbawahi rasa kecewa komunitas Kristen yang merasa bahwa simbol-simbol agama mereka telah direndahkan dalam sebuah acara besar yang seharusnya mengedepankan keharmonisan dan penghormatan antarbudaya. 

Sikap yang disampaikan oleh Konferensi Para Uskup Prancis menunjukkan bahwa, meskipun ada penghargaan terhadap elemen artistik dan estetika dalam upacara tersebut, tetap ada batasan-batasan etika dan sensitivitas agama yang harus dijaga dalam konteks publik. Kritik ini juga mengindikasikan bahwa apresiasi terhadap seni dan budaya tidak berarti pengabaian terhadap nilai-nilai keyakinan yang sakral bagi sebagian masyarakat.

Analisis Filosofis atas Konsep Kebebasan Ekspresi dan Batasan Etika

Kasus parodi Perjamuan Terakhir dalam upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 membuka diskusi mendalam tentang kebebasan ekspresi dan batasan etika dalam seni. Di satu sisi, kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental yang dihargai dalam masyarakat demokratis, dan seni sering kali digunakan sebagai media untuk menantang norma-norma sosial serta membuka ruang dialog. Namun, di sisi lain, penggunaan simbol-simbol agama yang disucikan dalam bentuk yang kontroversial memicu pertanyaan tentang batasan etika dari kebebasan tersebut.

Pendekatan yang diambil oleh Barbara Butch dan pihak penyelenggara Olimpiade Paris 2024 dapat dianalisis melalui perspektif teori kebebasan John Stuart Mill, yang menyatakan bahwa kebebasan individu seharusnya dibatasi ketika tindakan tersebut merugikan orang lain. Dalam konteks ini, meskipun seniman memiliki kebebasan untuk berekspresi, sensitivitas terhadap nilai-nilai agama dan potensi untuk melukai perasaan masyarakat tertentu menjadi aspek yang patut dipertimbangkan. Penampilan yang bertujuan untuk mengundang keberagaman dan inklusivitas seharusnya tidak menimbulkan perpecahan atau memicu konflik budaya yang justru dapat mengaburkan pesan utama dari upacara tersebut.

Implikasi Sosial dan Budaya dari Kontroversi Pembukaan Olimpiade Paris 2024

Kontroversi ini memberikan dampak sosial dan budaya yang signifikan, terutama dalam kaitannya dengan persepsi masyarakat terhadap nilai-nilai agama di ruang publik. Sementara beberapa pihak menghargai pertunjukan tersebut sebagai bentuk eksplorasi artistik yang berani, banyak yang merasa bahwa penyelenggara Olimpiade gagal memahami batas-batas yang ada dalam masyarakat multikultural. Implikasi ini dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat global terhadap isu-isu seputar keberagaman, toleransi, dan penghormatan terhadap simbol-simbol keagamaan.

Di masa mendatang, acara berskala internasional seperti Olimpiade mungkin perlu meninjau kembali kebijakan mereka dalam menampilkan karya seni yang sensitif terhadap perasaan masyarakat multikultural dan lintas agama. Pendekatan ini tidak hanya akan mengurangi risiko kontroversi, tetapi juga memastikan bahwa tujuan utama dari acara tersebut---untuk menyatukan dan merayakan keberagaman manusia---dapat tercapai dengan harmonis.

Kritik Elon Musk

Kritik keras terhadap parodi Perjamuan Terakhir dalam upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 juga datang dari Elon Musk, pemilik Tesla, X, dan SpaceX. Musk menyebut parodi tersebut sebagai sesuatu yang "sangat menyinggung bagi umat Kristen," menunjukkan sikap skeptis terhadap upaya seni yang dianggapnya merendahkan nilai-nilai agama. Komentar Musk menggarisbawahi perspektif kaum konservatif dan sejumlah publik figur nonagama yang merasa bahwa batas antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap agama sering kali dilanggar dengan alasan toleransi.

Pandangan Kaum Muslim terhadap Parodi Pembukaan Olimpiade

Di sisi lain, banyak kaum Muslim yang menyatakan keprihatinan serupa, bahwa agama Kristen di dunia Barat kini cenderung "tidak bertaring" karena membiarkan agamanya dipermainkan atas nama "toleransi" dan "kebebasan berpendapat." Bagi umat Muslim, kesediaan untuk mempertahankan nilai-nilai agama dianggap lebih penting daripada tunduk pada norma-norma sekuler yang mengedepankan kebebasan berekspresi, bahkan jika hal tersebut berarti menerima kritik dari kalangan Kristen dan sekularis. 

Dalam konteks Barat, banyak Muslim mengeluhkan adanya tuntutan bahwa mereka harus siap menoleransi lelucon atau kritik terhadap agama agar dianggap "berintegrasi" secara sukses di masyarakat Barat. Situasi ini dianggap oleh beberapa Muslim sebagai bentuk standar ganda, di mana agama mereka harus lebih kuat dalam mempertahankan diri terhadap penghinaan dibandingkan agama-agama lain.

Larangan Al-Qur'an tentang Menghina Kepercayaan Agama Lain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun