Keberhasilan kelompok pemberontak dalam menggulingkan pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah tidak terjadi begitu saja, sebagaimana dinukil disebut BBC News pada 5 Desember 2024. Berbagai faktor strategis dan dinamika geopolitik internasional ikut memainkan peran penting dalam perubahan drastis ini. Berikut adalah uraian lengkap mengenai mengapa pemberontak berhasil merebut kekuasaan dan bagaimana reaksi dari berbagai kekuatan dunia dan regional.
Mengapa Pemberontak Sukses?
Pertempuran Panjang di Idlib
Selama beberapa tahun, provinsi Idlib menjadi medan pertempuran sengit antara pasukan pemerintah Suriah dan kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Hayat Tahrir Al-Sham (HTS). Upaya pemerintah untuk merebut kembali kendali atas Idlib harus menghadapi perlawanan keras dari berbagai faksi pemberontak.
Gencatan Senjata 2020
Pada tahun 2020, Turki dan Rusia berhasil memediasi gencatan senjata yang bertujuan menghentikan upaya pemerintah Suriah untuk merebut Idlib. Meskipun gencatan senjata ini secara umum dipatuhi, pertempuran sporadis masih terjadi di beberapa wilayah. Gencatan senjata ini memberikan waktu bagi kelompok pemberontak untuk memperkuat posisi mereka di Idlib.
Serangan Mendadak oleh HTS dan Sekutu
Pada 27 November, HTS dan sekutu mereka meluncurkan serangan mendadak dengan alasan untuk "menghentikan agresi" dari pemerintah dan milisi yang didukung Iran, yang mereka tuduh telah meningkatkan serangan terhadap warga sipil. Serangan ini terjadi pada saat pemerintah Suriah sudah melemah akibat bertahun-tahun berperang, sanksi internasional, dan korupsi internal.
Kelemahan Sekutu Pemerintah
Sekutu utama pemerintah Suriah, Rusia dan Iran, sedang menghadapi tantangan serius di wilayah lain. Milisi yang didukung Iran, Hezbollah, baru-baru ini mengalami tekanan dari serangan Israel di Lebanon.
Serangan Israel berhasil mengeliminasi beberapa komandan militer Iran di Suriah. Selain itu, Rusia juga terlibat dalam konflik di Ukraina, yang mengalihkan perhatian dan sumber daya mereka dari Suriah. Tanpa dukungan penuh dari Rusia dan Iran, pasukan Assad menjadi sangat rentan terhadap serangan pemberontak.
Reaksi Kekuasaan Dunia dan Regional
Rusia
Rusia menyatakan kekhawatiran yang mendalam atas "peristiwa dramatis di Suriah". Kementerian Luar Negeri Rusia menyerukan kepada "semua pihak yang terlibat" dalam konflik Suriah untuk "menolak penggunaan kekerasan dan menyelesaikan semua isu pemerintahan melalui cara politik". Selain itu, Rusia mengumumkan bahwa basis militernya di Suriah berada dalam "siaga tinggi", meskipun mereka menyatakan tidak ada "ancaman serius terhadap keamanan" basis tersebut.
Iran
Iran menyatakan harapan untuk "segera mengakhiri konflik militer, mencegah aksi teroris, dan memulai dialog nasional" dengan semua bagian masyarakat Suriah. Pernyataan ini menunjukkan keinginan Iran untuk melihat penyelesaian damai dan stabilitas di Suriah meskipun keterlibatan militernya yang terbatas.
Turki
Turki menyatakan bahwa Suriah kini berada pada tahap di mana "rakyat Suriah akan membentuk masa depan negara mereka sendiri". Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, menekankan bahwa pemerintah baru "harus dibentuk secara tertib" dan memperingatkan bahwa "prinsip inklusivitas tidak boleh dikompromikan". Turki mendukung pembentukan pemerintahan yang mewakili seluruh spektrum masyarakat Suriah.
Israel
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa runtuhnya pemerintahan Assad adalah "hasil langsung" dari tindakan Israel terhadap Hezbollah dan Iran.