Dalam kekristenan, etika Isa berpusat pada kasih tanpa syarat (agape), melampaui cinta kepada sesama yang seiman. Ajaran ini memuat ide untuk mencintai semua manusia, bahkan kepada musuh-musuh pribadi. Sementara dalam Islam, etika hukum harus ditopang oleh keadilan sosial yang kuat dan ditambah dengan belas kasih serta rahmat. Meskipun Islam tidak secara eksplisit mewajibkan mencintai musuh dengan cara yang sama seperti dalam kekristenan, Islam menekankan perlakuan adil dan bermartabat terhadap pihak yang berbeda-beda.
Akhtar menekankan bahwa perbedaan ini tidak bersifat saling menegasi. Islam mengakomodasi konsep keadilan dan kasih sayang, sedangkan Kristen memuliakan cinta kasih yang melampaui batas-batas sentimen manusiawi. Keduanya dapat dilihat sebagai spektrum nilai moral yang saling melengkapi dengan Islam menggarisbawahi pentingnya hukum dan keadilan dan Kristen menekankan cinta mendalam yang menerobos sekat identitas dan permusuhan.
E. Ikatan Iman di Atas Ikatan Darah: Isa dan Nabi Muhammad
Isa dalam Markus (3:31-35) menekankan ikatan spiritual di atas ikatan darah. Hal ini selaras dengan semangat Islam yang juga memprioritaskan persaudaraan iman di atas kesetiaan buta pada kekerabatan atau suku.
3:31 Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Isa. Sementara mereka berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil dia. 3:32 Ada orang banyak duduk mengelilingi dia, mereka berkata kepadanya: "Lihat, ibu dan saudara-saudaramu ada di luar, dan berusaha menemui engkau." 3:33 Jawab Isa kepada mereka: "Siapa ibuku dan siapa saudara-saudaraku?" 3:34 Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekelilingnya itu dan berkata: "Ini ibuku dan saudara-saudaraku! 3:35 Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudaraku laki-laki, dialah saudaraku perempuan, dialah ibuku." (Markus 3:31-35 versi TB)
Nabi Muhammad pun menempatkan iman sebagai dasar utama pembentukan komunitas (ummah), meskipun beliau tetap peduli pada keluarganya. Dengan demikian, baik Isa maupun Muhammad telah mengubah paradigma dari loyalitas etnosentris menuju loyalitas berdasarkan iman dan nilai-nilai moral universal.
F. Konsep Murid, Sahabat, dan Pembentukan Komunitas Disiplin
Isa digambarkan sebagai pemimpin spiritual yang mengajarkan disiplin hukum moral kepada murid-muridnya (para "disciples" atau hawariyyun). Ia memiliki teman, murid biasa, murid rahasia, dan para pendukung yang membentuk satu komunitas belajar dan pelayanan. Tindakan Isa yang bersifat "pastoral"---menggembalakan umat, memberi teladan, dan mengatur perilaku mereka---memberi gambaran tentang pentingnya "disiplin" dalam membimbing komunitas.
Nabi Muhammad juga membentuk komunitas iman yang disebut sahabat (ashab) dan para pengikut yang didisiplinkan oleh wahyu ilahi. Meski terminologi berbeda, esensi yang muncul adalah bahwa baik Isa maupun Muhammad memimpin komunitas yang menanamkan kedisiplinan, ketaatan pada nilai moral, solidaritas, serta pembentukan karakter spiritual yang matang.
G. Tidak Ada Murid Isa Zaman Sekarang, tetapi Teladan Moral Tetap Berlaku
Akhtar menegaskan bahwa tidak mungkin seseorang menjadi murid Isa dalam arti historis hari ini, sebab generasi itu telah berlalu. Namun, inti ajaran moralnya dapat dan seharusnya diteladani.
Tentu manusia modern tak dapat memikul salib secara harfiah, tetapi dapat meneladani sifat-sifat moral Isa, seperti kejujuran, kasih pada orang asing, serta menolak kesaksian palsu. Hal ini berlaku pula bagi umat Islam yang menghormati Isa sebagai nabi dan teladan moral yang agung.
Di sisi lain, Akhtar mengkritik sebagian polemis Kristen yang mencemarkan nama Nabi Muhammad dengan fitnah dan kesaksian palsu. Perilaku semacam ini bertentangan dengan semangat ajaran Isa tentang kebenaran dan kasih sayang lintas iman. Ketaatan etis adalah tolok ukur nyata kesetiaan pada figur yang dikagumi, entah itu Isa atau Muhammad .
H. Inspirasi Pelayanan Sosial dan Kedermawanan
Isa yang dikenal sebagai penyembuh dan pemberi belas kasih menginspirasi banyak misi Kristen dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial. Aksi filantropis Kristen yang berpijak pada perintah Isa untuk mengasihi mereka yang terpinggirkan sangatlah lazim dalam sejarah penyebaran misi gereja.