Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court -- ICC) baru-baru ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan bekas Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Kedua pemimpin Israel tersebut dituduh terlibat dalam serangkaian tindak kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia sepanjang tahun lalu.
Bagi Palestina, surat perintah penangkapan ini menjadi harapan yang cukup "langka" dalam upaya mereka mendapatkan keadilan atas penderitaan yang mereka alami selama konflik dengan Israel yang tak berkesudahan.
Namun, respons dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden justru penuh dengan kemarahan. AS menanggapi tindakan ICC ini dengan keras.
Tidak hanya itu, Senator Republik, Tom Cotton, juga mengancam akan menginvasi Belanda jika perlu, untuk membantu Netanyahu dan Gallant terhindar dari proses hukum yang sedang berjalan di ICC. Reaksi dari AS dan beberapa sekutunya memperlihatkan ketegangan internasional terkait isu ini.
Meskipun Amerika Serikat yang tidak menjadi anggota ICC menunjukkan penentangan terhadap tindakan pengadilan internasional tersebut, negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Jerman yang sudah menandatangani perjanjian untuk bergabung dengan ICC tetap menghadapi sikap yang dilematis. Meskipun mereka terikat secara hukum untuk menindaklanjuti surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC, banyak negara Eropa masih "mencari alasan" untuk menghindari pelaksanaannya jika Netanyahu dan Gallant berada di wilayah mereka.
Sebagai informasi, ICC didirikan untuk menuntut pertanggungjawaban atas berbagai kejahatan-kejahatan internasional yang paling serius, termasuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang. Surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant mencerminkan komitmen pengadilan ini untuk menegakkan hukum internasional, meskipun menghadapi tantangan besar dalam hal politik internasional dan hubungan antarnegara.
Sementara itu, reaksi terhadap keputusan ICC ini di seluruh dunia mencerminkan ketegangan antara prinsip-prinsip hukum internasional dan kepentingan politik internasional, yang dapat mempengaruhi masa depan upaya untuk menegakkan keadilan bagi korban kejahatan perang di Palestina dan di seluruh tempat lain di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H