Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Pembatalan Pidato Asna Tabassum: Kebebasan, Diskriminasi, dan Islamofobia di Amerika Serikat

24 November 2024   13:15 Diperbarui: 24 November 2024   13:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Asna Tabassum (Sumber: Linkedin Pribadi)

Keputusan USC ini kemudian juga menuai kritik tajam dari berbagai kelompok aktivis, organisasi HAM, dan publik. Hussam Ayloush, Direktur Eksekutif CAIR-LA, menyebut langkah ini sebagai upaya menutupi Islamofobia dan rasisme anti-Palestina dengan dalih keamanan. Kritik serupa juga datang dari aktivis HAM yang menilai institusi universitas telah gagal dalam melindungi mahasiswanya dari serangan berbasis identitas agama dan keyakinan politik. Kritik ini menunjukkan pentingnya institusi pendidikan untuk berdiri teguh pada prinsip inklusivitas dan melawan diskriminasi, alih-alih menyerah pada tekanan dari kelompok-kelompok yang bertujuan untuk membungkam pandangan yang berbeda.

Direktur Eksekutif CAIR-LA, Hussam Ayloush, mengatakan, "Serangan yang tidak jujur dan memfitnah terhadap Asna tidak lebih dari manifestasi tipis-tipis Islamophobia dan rasisme anti-Palestina, yang telah dijadikan senjata melawan mahasiswa di seluruh negeri yang berbicara untuk hak asasi manusia---dan untuk kemanusiaan Palestina."

Kita dapat simpulkan bahwa salah satu bentuk manifestasi dari penyakit hati Islamofobia dan rasisme anti-Palestina yang paling mencolok di Amerika, ternyata terjadi di lingkungan akademik. Mahasiswa dan profesor yang menyuarakan dukungan untuk Palestina sering kali menghadapi konsekuensi serius, seperti:

  • Penangguhan atau pemecatan: Beberapa profesor yang vokal terhadap kebebasan Palestina, seperti Jodi Dean, telah dinonaktifkan dari jabatan mereka. Langkah ini mencerminkan tekanan yang diterima institusi akademik untuk membungkam pandangan pro-Palestina.
  • Pelabelan dan dehumanisasi: Retorika yang menggambarkan Muslim dan Palestina sebagai "barbar," "teroris," atau "biadab" menciptakan stigma yang memengaruhi kesempatan akademis dan profesional individu dari latar belakang ini.

Pendekatan ini tidak hanya menindas kebebasan berbicara, tetapi juga mengabadikan narasi kebencian yang melembaga, menghambat upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan.

Narasi yang mendiskreditkan Muslim dan Palestina sebagai kelompok biadab atau teroris tidak hanya menyakitkan secara individu, tetapi juga memiliki dampak sistemik yang luas. Hal ini mendorong diskriminasi berbasis institusi, memperkuat stereotipe negatif, dan merugikan upaya untuk mencapai keadilan global. Oleh karena itu, langkah-langkah berikut sangat penting untuk dilakukan oleh organisasi dan individu:

  • Penolakan terhadap narasi kebencian: Institusi akademik, media, dan pemerintah harus tegas menolak penggunaan istilah-istilah dehumanisasi terhadap kelompok tertentu.
  • Dukungan terhadap kebebasan berbicara: Perlindungan terhadap mahasiswa dan profesor yang menyuarakan pandangan pro-Palestina harus dijamin.
  • Peningkatan literasi terhadap isu Palestina: Masyarakat perlu diberdayakan untuk memahami sejarah dan konteks konflik Palestina secara menyeluruh, agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang memanipulasi fakta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun