Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Parlemen Rakyat atau Alat Pemerintah? Pelajaran dari Kritik Tan Malaka terhadap Lemahnya Parlemen Jerman Era Bismarck (1)

20 Januari 2025   13:15 Diperbarui: 24 November 2024   07:35 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pendahuluan

Pasal penting dari tulisan Tan Malaka yang berjudul Parlemen atau Soviet, ia menyoroti bagaimana parlemen di Jerman hingga tahun 1918 hanya menjadi alat yang dikendalikan oleh pemerintahan monarki, terutama di bawah pengaruh Kaisar Bismarck. Dalam mengulas pandangan Tan, artikel ini akan menguraikan secara holistik bagaimana struktur kekuasaan di Jerman menyebabkan parlemen tidak memiliki peran signifikan dalam membatasi otoritas kaisar dan pemerintah. Konteks ini dibandingkan dengan perkembangan parlemen di Inggris, yang berhasil memperoleh kekuasaan nyata atas raja. Pembahasan ini akan mencakup faktor sejarah, politik, dan sosial yang membentuk parlemen Jerman sebagai alat kekuasaan semata.

B. Latar Belakang Parlemen di Jerman

Di Jerman dahulu kala, parlemen tidak pernah memiliki kekuatan independen seperti di Inggris. Sejak awal, kekuatan pemerintah yang dipegang oleh raja, kaisar, dan menteri-menteri sangat dominan.

1. Dominasi Kaisar dan Pemerintah

Parlemen Jerman berada di bawah kontrol Kaisar Wilhelm I dan penasihatnya, Otto von Bismarck. Bismarck, dengan kemampuannya sebagai diplomat dan negarawan yang luar biasa, mengonsolidasikan kekuasaan pemerintahannya melalui kemenangan perang, terutama saat melawan Prancis pada tahun 1870. Kemenangan ini tidak hanya memperkuat posisi Bismarck, tetapi juga menumbuhkan rasa loyalitas rakyat dan kaum bangsawan terhadap kaisar, menjadikan parlemen semakin kehilangan daya tawar.

2. Struktur Kekuasaan yang Tidak Demokratis

Tidak seperti di Inggris, di mana anggota parlemen dipilih oleh rakyat dan memiliki kekuasaan untuk mengawasi serta menurunkan menteri, parlemen di Jerman sepenuhnya tunduk pada otoritas kaisar. Kaisar memiliki wewenang untuk mengangkat dan memecat menteri tanpa mempertimbangkan kehendak rakyat. Dengan demikian, parlemen Jerman lebih menyerupai alat legitimasi pemerintah daripada representasi suara rakyat.

C. Faktor-Faktor Penyebab Lemahnya Parlemen Jerman

1. Dominasi Bangsawan, Militer, dan Kaum Hartawan

Struktur sosial dan politik Jerman didominasi oleh bangsawan dan kaum militer. Bangsawan, yang memiliki pengaruh besar di pemerintahan, mendominasi pemilihan parlemen, terutama di wilayah Pruissen. Kekuasaan ini menciptakan parlemen yang lebih mewakili kepentingan elite daripada rakyat. Di dalam parlemen ini, Rakyat biasa, terutama kaum buruh, tidak memiliki kesempatan untuk terwakili secara adil karena sistem pemilihan yang diskriminatif.

2. Peran Bismarck dalam Mengendalikan Parlemen

Bismarck memanfaatkan kekuatannya sebagai kanselir untuk memanipulasi parlemen demi melayani kepentingan pemerintah. Dengan dukungan dari kaum bangsawan, militer, dan elite ekonomi, ia berhasil melemahkan gerakan "National Liberal," yang berusaha memperjuangkan hak-hak rakyat melalui parlemen. Kaum "National Liberal" akhirnya kehilangan keberanian untuk melawan dominasi pemerintah, seperti yang dilukiskan oleh Von Gerlach.

3. Ketakutan terhadap Militer dan Pegawai Pemerintah

Di wilayah seperti Pruissen, rakyat hidup di bawah bayang-bayang militerisme. Oleh karena takut akan sanksi sosial atau politik, mereka sering kali dipaksa untuk mendukung kandidat dari golongan elite yang berpihak pada pemerintah. Hal ini semakin memperlemah upaya perlawanan politik melalui parlemen.

Bersambung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun