Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Relawan - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Di Persimpangan Dua Paradigma: Merangkai Keseimbangan antara Rule of Law dan Hukum Syariah (2)

22 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 21 November 2024   05:30 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Background cahaya Quran dan spirit Islam (Sumber gambar: Pngtree)

Pertama, Syariah dianggap sebagai hukum ilahi yang diturunkan oleh Tuhan, sehingga dianggap tidak boleh diubah oleh otoritas manusia. Hal ini berkonsekuensi bahwa Syariah memiliki stabilitas dan kekekalan yang dianggap suci. Dalam konteks rule of law, di mana hukum sering kali perlu diperbaharui dan disesuaikan dengan perkembangan sosial dan politik, sifat ini akan menjadi tantangan. Ketidakmampuan untuk mengubah Syariah sesuai dengan kebutuhan kontemporer, sehingga membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan standar hukum yang berkembang. Dengan arti lain, tantangan tersebut terjadi di antara adaptabilitasnya rule of law dan stabilitasnya Syariah.

Kedua, dalam pemikiran Islam, terdapat konsep penutupan pintu ijtihad, yaitu penutupan atas proses penalaran hukum secara independen yang dilakukan oleh ulama untuk menginterpretasikan teks-teks keagamaan dalam konteks masyarakat yang baru. Penutupan ini berkonsekuensi bahwa interpretasi baru dari Al-Qur'an dan Hadis dianggap tidak dapat diterima setelah masa-masa awal Islam. Akibatnya, perubahan dalam masyarakat dan hukum kontemporer sulit diterapkan dalam kerangka Syariah.  

Ketiga, dalam implementasi Syariah, sering kali mempertahankan beberapa bentuk ketidaksetaraan sosial yang dianggap sakral. Misalnya, perbedaan perlakuan antara pria dan wanita, serta antara Muslim dan non-Muslim (dzimmi), yang dianggap sebagai bagian dari hukum ilahi. Dalam konteks rule of law, yang menekankan prinsip kesetaraan di hadapan hukum, ketidaksetaraan ini tentunya akan menjadi tantangan besar.

Bersambung.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun