Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan di mana seorang raja atau ratu memiliki kekuasaan penuh tanpa batasan hukum, legislatif, atau bahkan dari aspek keagamaam. Bentuk pemerintahan ini mendominasi Eropa Barat pada abad ke-16, dengan Raja Louis XIV dari Prancis sebagai salah satu contoh utama penguasa absolut.
Raja Louis XIV dari Prancis, yang dikenal sebagai "the Sun King," adalah salah satu contoh utama dari kekuasaan monarki absolut pada abad ke-17. Selama pemerintahannya, Louis XIV terkenal dengan pernyataannya, "L'tat, c'est moi," atau "Saya adalah negara," yang mencerminkan kekuasaannya yang tidak terbatas.
Selama pemerintahannya, Louis XIV terkenal dengan pernyataannya, "L'tat, c'est moi," atau "Saya adalah negara,"Â yang mencerminkan kekuasaannya yang tidak terbatas.
Raja Louis XIV memerintah Prancis mulai dari tahun 1643 hingga tahun 1715, yang merupakan masa pemerintahan terpanjang dalam sejarah monarki Eropa mana pun. Pemerintahannya ditandai oleh pencarian kekuasaan absolut dan visi untuk menjadikan Prancis sebagai kekuatan dominan di Eropa.
Louis XIV lahir pada tahun 1638 dan menjadi raja pada usia lima tahun, pascakematian ayahnya, Raja Louis XIII. Masa kecilnya penuh dengan gejolak, ditandai dengan masa Fronde (1648-1653), yaitu serangkaian perang saudara yang mengungkapkan kelemahan otoritas kerajaan dan menanamkan dalam dirinya ketakutan mendalam terhadap kekacauan.
Pada awalnya, Louis bergantung kepada Kardinal Mazarin, yang telah melayani ibunya, Anne dari Austria, selama masa Fronde. Mazarin melanjutkan kebijakan para pendahulunya, Henri IV dan Kardinal Richelieu. Terutama, Perjanjian Pyrenees (1659) yang mengakhiri konflik panjang dengan Spanyol, sehingga mengukuhkan posisi Prancis sebagai kekuatan dominan Eropa.
Pascakematian Mazarin pada tahun 1661, Louis XIV mengejutkan banyak orang karena ia memilih untuk memerintah tanpa menteri utama. Louis XIV pun langsung mengambil kontrol penuh atas pemerintahan.Â
Ia secara sistematis mengurangi kekuasaan para menterinya, seperti Menteri Keuangan Fouquet, dan mulai memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri. Pendekatan ini memungkinkannya untuk mengendalikan negara secara keseluruhan.
Pemerintahan Louis XIV melihat reformasi administratif yang signifikan, terutama melalui upaya menteri keuangannya, Jean-Baptiste Colbert. Kebijakan Colbert berfokus pada kebijakan merkantilisme, di antaranya adalah menekankan kontrol negara atas aktivitas perekonomian, mendorong manufaktur domestik, dan memberlakukan tarif tinggi terhadap barang impor.Â
Selain itu, Louis juga mendirikan sistem intendant untuk mengawasi administrasi provinsi dalam rangka untuk melanjutkan pemusatan kontrol.
Louis XIV mengadopsi teori "hak ilahiah di dalam diri sang raja." Teori ini menghendaki bahwa kekuasaan seorang raja adalah berasal langsung dari Tuhan, sehingga ia tidak bertanggung jawab kepada rakyat, aristokrasi, atau bahkan gereja atau agamawan. Saat ini, masih ada beberapa negara modern yang menerapkan monarki absolut dengan teori hak ilahiah, seperti Brunei, Eswatini, Oman, Arab Saudi, Vatikan, dan Uni Emirat Arab.
Louis XIV mengadopsi teori "hak ilahiah di dalam diri sang raja."
Dalam aspek keagamaan, Louis XIV sangat bergairah untuk melaksanakan persatuan agama, yang bertujuan untuk mengonsolidasikan dominasi Katolik di Prancis. Ia memberlakukan Artikel Gallican pada tahun 1682, sehingga mengurangi pengaruh dan peranan kepausan atas Gereja Prancis.Â
Pada tahun 1685, ia mencabut Edit Nantes (peraturan kebebasan beragama) yang mengakibatkan timbulnya penganiayaan terhadap Protestan (Huguenots) dan pengungsian signifikan dari penganutnya. Keputusan ini merusak reputasi internasional Prancis dan melemahkan potensi ekonominya.
Dengan keabsolutan tersebut, Louis XIV mengendalikan semua aspek pemerintahan, termasuk militer dan ekonomi, tanpa adanya pengawasan atau oposisi dari lembaga lain. Gaya hidup mewah istrinya---Marie Antoinette---dan kemegahan Istana Versailles menjadi simbol kekuasaannya yang tak terbantahkan.Â
Pemerintahannya tidak hanya mempengaruhi Prancis saja, tetapi juga menjadi standar bagi para raja-raja monarki absolut lainnya di Eropa, yang kemudian mengikuti jejaknya dalam mengonsolidasikan kekuasaan.
Monarki absolut memiliki beberapa kelebihan, seperti kemampuan untuk mengambil keputusan dengan cepat, menjalankan kebijakan jangka panjang dengan lebih mudah, dan biaya pemerintahan yang lebih rendah karena tidak adanya pemilu.Â
Namun, ada juga kekurangannya, termasuk potensi terjadinya tirani, suksesi turun-temurun yang tidak selamanya dapat menghasilkan pemimpin yang kompeten, serta tidak adanya mekanisme demokratis untuk menuntut tanggung jawab pemimpin, selain melalui pemberontakan.
Monarki absolut memiliki beberapa kelebihan, seperti kemampuan untuk mengambil keputusan dengan cepat, menjalankan kebijakan jangka panjang dengan lebih mudah, dan biaya pemerintahan yang lebih rendah karena tidak adanya pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H