Dulu, seorang guru PKN di SMA mendadak pulang ke kampung halamannya setelah mengetahui orang tuanya meninggal. Ia pergi dan akhirnya tidak mengajar selama hampir satu semester.
Perasaan saya---atau kami seluruh siswa kelas 11---rasanya campur aduk. Ada perasaan senang karena jadwal PKN selalu kosong. Tapi kesal juga karena sebagai gantinya kami sering mendapat tugas tambahan.Â
Disisi lain, saya membayangkan betapa sedihnya guru saya hingga berbulan-bulan setelah kepergian orang tuanya, ia belum mau kembali mengajar dengan alasan yang bagi saya bisa dimaklumi.
Walaupun saya belum pernah merasakan kehilangan kedua orang tua, tapi saya paham betapa down-nya perasaan beliau ketika ditinggalkan oleh orang yang paling dia sayangi.Â
Saya paham kalau guru saya sedang mengalami masa-masa tersulit dalam hidupnya. Secara aturan, guru saya telah melanggar kewajibannya sebagai pengajar karena meninggalkan kelas dalam waktu yang lama.
Tapi dalam sisi humanis, saya rasa banyak orang yang paham bahwa tidak mudah mengembalikan semangat bekerja setelah mengalami titik terendah dalam kehidupan.
Ketika masa-masa sulit itu terjadi pada saya, mungkin saya akan melakukan hal yang kurang lebih sama. Dalam konteks lain, saya pun pernah mengalami masa-masa tersulit dalam hidup yang membuat hari-hari saya kacau balau. Gara-gara itu, banyak tugas dan kewajiban saya yang terbengkalai.
Memang tidak mudah untuk bangkit setelah terjatuh dalam perasaan yang paling buruk. Ketika saya sedang merasa down, saya selalu ingat bahwa tidak mungkin selamanya saya begini. Tapi saya berusaha menjalani hari-hari buruk itu sambil percaya bahwa suatu saat waktu akan melupakannya.
Saya sering mendengar cerita masa-masa sulit orang lain. Dan saya senang ketika cerita itu selalu memberi banyak pelajaran bagi saya. Saya selalu menjadikan cerita tersebut sebagai bekal untuk menghadapi masa-masa sulit di kemudian hari.
Dalam pertunjukan Stand Up Comedy, saya ingat Kemal Palevi yang bercerita tentang alasannya pernah berhenti Stand Up selama 3 tahun.
Walaupun ceritanya di kemas dalam cerita komedi, tapi saya berusaha memahami bahwa ceritanya punya sisi menyedihkan yang mendalam. 3 tahun merupakan waktu yang lama untuk seorang Kemal Palevi berdamai dengan masa-masa tersulit dalam hidup.