Tetapi saya belajar untuk menahan diri agar kenarsisan itu tidak sampai membuat saya konsumtif. Terlebih sampai melakukan segala cara seperti berhutang hanya demi kesenangan sesaat.
Kini kita sedang dihadapkan pada fenomena media sosial yang tidak sehat. Fungsi media sosial yang awalnya sebatas untuk berbagi kehidupan akhirnya tereskploitasi menjadi tempat eksistensi yang berlebihan.
Sejak awal saya tahu instagram adalah media sosial yang paling tidak sehat. Banyak orang mencari pengakuan bahwa mereka mampu dan merasa derajatnya tinggi dibandingkan orang lain dengan cara panjat sosial.
Semua kehidupan yang menyenangkan wajib di bagikan sedangkan kita tidak pernah tahu sisi gelap dari kejadian yang tidak pernah diperlihatkan.
Dari cerita ini saya belajar untuk tidak melihat sebuah postingan instagram hanya dalam satu sisi. Ketika ada orang yang tampak bahagia lewat instastory, saya percaya bahwa yang terlihat tidak seluruhnya sama dengan yang ada pada kenyataannya.
Dalam bermedia sosial, saya percaya bahwa setiap orang pasti ingin mendapat pengakuan bahwa mereka sedang bahagia. Â Sebab membagikan kebahagiaan kepada orang lain memang rasanya menyenangkan.
Tapi resikonya, selalu ada dua sisi berlawanan. Ada orang yang ikut senang dan ada pula yang tidak. Kita memang tidak perlu memikirkan respon orang lain.
Bagi saya yang perlu dipikirkan adalah kesadaran tentang bermedia sosial bahwa tidak perlu menanggapi secara berlebihan atas apa yang terjadi di instagram atau media sosial lainnya. Sebab apa yang terjadi disana hanya merupakan potongan cerita yang kadang tidak sama dengan yang terjadi sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H